Satu Terlalu Banyak, Seribu Tidak Pernah Cukup

kak aryo

“Saya pecandu, bukan orang normal yang hari ini make terus besok lanjut kuliah, lanjut pacaran, lanjut kerja. Saya pecandu, sekali menggunakan ya satu terlalu banyak, seribu tidak pernah cukup jadi kalo mau berhenti ya harus total” terang Aryo mengenai masa lalunya.

    Narkoba merupakan hal yang masih tabu untuk dibicarakan. Pecandu narkoba sendiri sering dipandang sebelah mata. Menjadi seorang pecandu tentu bukan hal yang dapat dibanggakan dan tidak ada seorangpun yang menginginkannya. Kecanduan adalah penyakit yang tidak ada obatnya, hanya dapat dipulihkan. Rehabilitasi adalah salah satu cara untuk memulihkan kecanduan narkoba. Seperti yang dialami oleh Aryo, yang kini sudah clear selama 13 tahun. Pria yang lahir di Cirebon tahun 1985 ini pertama kali mengenal narkoba saat duduk di bangku SMP.

    “Awal make itu nyoba obat-obatan daftar G namanya. Kalau jadi pecandunya sendiri baru mulai SMA kelas 1. Makenya heroin pas itu,” tutur Aryo saat ditemui di kantor Bali Peduli, Rabu (10/05/2017).Ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang terjerat narkoba. Aryo mengatakan awal mula menggunakan narkoba karena teman-temandi lingkungannya adalah pengguna. Kalau nggak make, nggak gaul. Kata inilah yang menjadi dorongan Aryo untuk menjadi seorang pengguna narkoba.

  Awal menggunakan narkoba, Aryo mengaku patungan bersama teman-temannya untuk membeli heroin. Namun dengan seiring berjalannya waktu, dosis penggunaan meningkat dan Aryo menjadi seorang pecandu. “Karena dosis meningkat ya jadi beli sendiri, kalo bagi-bagi sama temen rugi,”ucapnya. Tahun kedua menggunakan narkoba Aryo menjalani rehabilitasi pertamanya di pondok pesantren Suralaya yang terletak di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Selama 8 tahun menggunakan narkoba, ia pernah enam kali keluar masuk panti rehabilitasi sebelum akhirnya lepas total dari narkoba. Keluar masuk penjarapun sering dialaminya.

     Saat ditanya apa alasan berhenti menjadi seorang pecandu, Aryo mengatakan “Alasan pertama capek! Kalo bahasa rehabnya udah hit the bottom. Udah nggak tau rasanya, make pun udah nggak ada enaknya. Udah bosen,lelah, keluarga udah musuhin, semua masyarakat udah nggak ada yang peduli, nggak jelas,”. Dibutuhkan waktu dan proses yang panjang sebelum akhirnya ia dinyatakan clean and sober.

    Aryo mengaku pernah mengalami dua kali black out karena over dosis. “Buat pecandu nggak ada istilah terlalu sedikit atau pas dosis, nggak ada. Sampai semabuk-mabuknya,” tegasnya. Saat mejalani rehabilitasi terkhir, Aryo mulai mengenal yang namanya NA atau Narcotics Anonymous.Ia menuturkan bahwa rehabilitasi melalui NA kita diajarkan untuk mengenali siapa diri kita, dan diberikan langkah-langkah yang lebih dikenal dengan 12 langkah NA. Salah satu support terbesar dalam masa pemulihan datang dari brother hood NA. Dimana pecandu menolong pecandu lainnya.

  Pecandu yang sudah dinyatakan bersih dapat menolong pecandu yang sedang berusaha untuk lepas dari narkoba. Hal ini berlaku ke atas, misal seorang pecandu yang baru clean satu bulan tidak boleh berkeluh kesahn dengan pecandu yang baru clear selama seminggu. Sebaliknya pecandu yang baru dinyatakan clear seminggu boleh bercerita dan berkeluh kesah dengan pecandu yang sudah dinyatakan clear selama sebulan. Jadi melewati jalan yang sudah dilalui.

     “Buatku pribadi NA adalah jalan paling masuk akal menuju pemulihan, karna jelas. Step-step yang dilalui itu jelas. Ibaratnya kita sekolah lagi lah, di NA kita mulai dari TK dulu, SD dulu, SMA, baru kuliah,” tambahnya.

    Intervensi adalah langkah awal untuk melakukan pemulihan. Menurut Aryo, salah satu bentuk intervensi masyarakat terutama teman adalah support. Masyarakat harus tahu bahwa kecanduan adalah sebuah penyakit, jadi jangan salahkan pecandu. Tetapi berempatilah kepada mereka. “Kalau ada pecandu yang sedang dalam proses pemulihan, ya dukung. Say helo kalau ketemu aja udah baik, jangan menjudge. Empati aja. Support ke pecandu sebenarnya hal yang paling simple. Dukung aja,” tuturnya sambil tersenyum.

     Aryo juga menegaskan bahwa masyarakat Indonesia masih kurang peduli terhadap keadaan sekitar. Salah satu tugas remaja adalah menumbuhkan budaya peduli. “Kita nggak punya budaya peduli. Salah satunya baca. Kalo misal sekarang saya tawarin asuransi kamu mau nggak? Nggak kan? Nah itu, kita nggak mau mendengar penjelasan mengenai asuransi itu dulu padahal kalau kita mau dengerin, siapa tau suatu saat informasi yang kita dapet itu ada gunanya. Begitu juga ketika orang ngomongin narkoba, buat apa didengerin? Nggak make ini. Budaya peduli di masyarakat kita masih kurang,” jelasnya.

     Ketika diminta menyampaikan satu pesan untuk remaja Indonesia, Aryo mengatakan “Pesan yang paling gampang adalah belajar, jadilah remaja yang berkreatifitas. Kreatifitas itu jangan dibatasi, asalkan positif. Jangan sampai nyesel lah remaja itu waktu enak-enaknya, waktunya buat kita explore hal positif,” tuturnya. (Jel6)

Petruk Tanpa Sang Soulmate

PETRUK JADI

Nyoman Subrata alias Petruk saat ditemui dalam sebuah wawancara dikediamannya, Bangli (13/5). (Ayy6)

      Bangli – Nyoman Subrata (68) atau yang akrab ditelinga masyarakat dengan nama panggung Petruk merupakan salah satu tokoh legendaris drama gong Bali. Pria kelahiran 1 September 1949 ini mulai merintis karirnya didunia seni lawak khususnya drama gong pada tahun 1975. Nyoman Subrata pernah beberapa kali menjuarai kompetisi lawak, salah satunya ia pernah menjadi juara umum lawak se-Bali pada tahun 1983. Walaupun tidak sesering dulu, suami dari Ni Nyoman Sudiati ini masih tetap aktif menghibur masyarakat dalam beberapa acara diberbagai daerah.

 Selain menghibur masyarakat dengan tingkah konyolnya dipanggug, Nyoman Subrata juga dikenal sebagai smart comedian. Dalam sebuah wawancara, Nyoman Subrata mengatakan bahwa disetiap aksi panggungnya ia selalu berusaha menyelipkan pesan-pesan moral dan informasi bagi para penikmat drama gong. Pesan moral dan informasi yang disampaikannya dikemas secara menarik dengan gayanya yang jenaka. “Kalau bapak tampil, ya bapak selalu ngasi pesan moral dan informasi lewat lawakan bapak.” Ujarnya.

       Selama menjadi ikon drama gong  Bali nama Petruk tidak bisa dilepaskan dari teman duetnya yaitu Dolar. Berawal dari sebuah pertunjukan yang mempertemukan mereka, akhirnyanya pada tahun 1979 mereka memutuskan untuk menjadi pasangan duet. Dengan menjadi pasangan duet, mereka berdua berhasil merajai seni pertunjukan drama gong Bali dan menempatkan diri sebagai dua tokoh penting yang mampu membawa drama gong mencapai puncak kesuksesan di era 80 sampai 90an.

  Petruk mengungkapkan alasannya menjadikan Dolar sebagai rekan duetnya dikarenakan keseimbangan watak Petruk yang cerdas dan watak Dolar yang digembarkan sebagai pria yang kurang cerdas mampu membangun chemistry yang akhirnya dapat mempersatukan mereka. ”Kenapa bisa jadi duet karena watak petruk bisa menyeimbangkan watak dolar. Jadi sudah gak perlu susah membangun chemistry karena chemistry-nya udah terbentuk secara alami.” ungkapnya,

     Namun pada tahun 2002 mereka memutuskan untuk mengakhiri duet yang telah dijalankan selama kurang lebih 20 tahun. Saat ditemui, Petruk mengungkapkan alasannya memutuskan untuk berpisah dengan Dolar dikarenakan oleh kesalahpahaman dan mulai adanya perbedaan pendapat serta pandangan antar keduanya. Hal tersebut menyebabkan keduanya lebih memilih menjalani karirnya masing-masing.

   Setelah perpisahannya dengan Dolar, Petruk sempat berduet dengan beberapa pelawak Bali. Namun diantara pasangan duetnya yang baru, Petruk tidak menemukan chemistry yang pas seperti saat berduet dengan Dolar. Sehingga duetnya dengan pelawak lain tidak mampu bertahan lama karena tidak ada kecocokan diatas panggung. “Banyak yang bilang lebih cocok sama Dolar duetnya, lebih lucu kalau sama Dolar dan penonton selalu nanyain dolar terus kalau lagi pentas.” katanya.

   Walaupun banyak permintaan penggemar untuk kembali berduet dengan Dolar, Petruk tetap memilih untuk tidak kembali berduet karena sudah merasa tidak ada kecocokan lagi diatas panggung setelah terjadi kesalahpahaman diantara mereka. Sejak memutuskan untuk berpisah, Petruk dan Dolar mengalami lost contact, sampai akhirnya pada bulan Juli tahun 2016 Petruk mendengar kabar mengejutkan tentang kematian Dolar. (Ayy6)

Mengintip Sosok Pemasok Canang Sukses, Ni Putu Sriani

pemasok canang

Ni Putu Sriani, pemasok canang sukses untuk toko dan mall (Ayy6)

       Beachwalk Shopping Center merupakan salah satu mall terbesar di Bali yang terletak di Jl. Pantai Kuta, Kuta, Kabupaten Badung, Bali. Mall ini ramai dikunjungi wisatawan lokal maupun wisatawan asing. Dalam mall yang bernuansa semi outdoor dengan pemandangan pantai Kuta ini dapat kita jumpai berbagai pilihan brand untuk memuaskan hasrat berbelanja. Namun, tak melulu tentang wisata belanja, barang bermerk dan tempat hits. Beachwalk Shopping Center menyimpan berbagai cerita unik dibalik kemegahan wisata belanjanya. Salah satunya yaitu sosok pemasok canang yang menjadikan Beachwalk sebagai tempat mengais rezeki.

     Ni Putu Sriani (40) atau yang diakrab disapa Ibu Putu ini menjadikan Beachwalk Shopping Center sebagai ladang mata pencaharian yang menjanjikan. Bermula dari berjualan canang ke toko-toko kecil di daerah Legian, Ibu putu mampu memperluas bisnisnya hingga memasok canang di mall-mall besar salah satunya yaitu Beachwalk Shopping Center. “Mall pertama dulu Centro, terus sampai ke Lippo dan akhirnya ada permintaan untuk bawa canang ke BW (Beachwalk).” ujar Ibu Putu.

       Beachwalk Shopping Center merupakan mall yang hampir seluruh tokonya membeli canang di Ibu Putu. “Iya, paling banyak mendistribusikan canang di Beachwalk”. ucap Bu Putu.  “Awalnya dulu dari  Burger King di Centro, dia buka cabang disini (Beachwalk) dan minta dibawain kesini terus dari situ toko-toko lain minta juga dibawain canang.” tambahnya.

pemasok canang 2

Ni Putu Sariani saat membagikan pesanan canang kepada penjaga toko di beachwalk shopping mall (Ayy6)

    Ni Putu Sriani memilih menjajakan canangnya langsung ketoko-toko dibanding berjualan canang di pasar karena menurutnya menjual langsung ketoko-toko tersebut lebih pasti dibandingkan berjualan dipasar yang pembelinya tidak tentu.

       Saat ini Ibu tiga orang anak ini memasok canang ke lebih dari 100 toko. Tidak seperti pedagang canang biasa yang canangnya dibayar setiap hari. Ibu Putu mendapat bayaran bulanan. Dalam satu bulan iya mampu mengantongi 2 sampai 3 juta rupiah dari satu toko. Untuk harga yang harus di bayarkan setiap toko berbeda-beda tergantung jumlah canang yang dipesan dan tambahan seperti pejat, saiban dan lainnya . “Itu karena apa yang dia minta perhari itu kan dihitung. Setiap hari dia cari canang sekian, saibannya dikali sekian.”

     Dalam proses pembuatan canang yang akan dijual di Beachwalk dan toko-toko lain, Ibu Putu hanya dibantu 2 orang pekerja. Namun saat mendistribusikan canangnya Ni Putu Sriani melakukannya sendiri atau terkadang dibantu oleh suaminya. Setiap harinya Ibu Putu harus membuat kurang lebih 1200 canang untuk memenuhi permintaan dari toko-toko tersebut. “Satu hari sekitar 1200, kalau dulu lebih banyak bisa sampai 3000 canang perhari”.

   Wanita yang hanya lulusan Sekolah Menengah Atas ini mampu membuktikan keberhasilannya sebagai pedagang canang yang dulu hanya dipandang sebelah mata oleh orang-orang disekitarnya. Selama 17 tahun menekuni profesi sebagai penjual canang ke toko-toko, Ni Putu Sriani mampu memenuhi kebutuhan rumah tangganya. “Selama ini, hanya karena canang inilah suksma 17 tahun ini bisa bikin rumah, beli mobil, untuk sekolahin anak dan untuk makan sehari-hari”. (Ayy6)

Agung Dyah Cahyaningrat, Si Pejudo Putri Internasional

judo.jpg

I Gusti Agung Dyah Cahyaningrat ketika ditemui di Gor Kompyang Sujana, Denpasar, Kamis (30/3/2017). (NUK5)

            Denpasar – Judo merupakan salah satu olahraga yang tengah populer dikalangan masyarakat Indonesia. Olahraga seni bela diri ini berasal dari  Negeri Sakura, Jepang. Meskipun olahraga Judo mengandalkan kekuatan ekstra dalam menangkis dan menyerang lawan, namun  tak menyurutkan niat para Pejudo wanita dalam menekuni olahraga ini. Bahkan, berprestasi mengharumkan nama Indonesia berlaga di kancah Internasional.

            Hal tersebut dirasakan pula oleh I Gusti Agung Dyah Cahyaningrat (17), gadis cilik Si Pejudo Internasional. Pejudo yang dikenal akrab dengan nama Gung Cahya ini kembali mengharumkan nama Bali di kancah pertandingan Judo Internasional Bali Open. Tak tanggung – tanggung dirinya meraih emas pada kelas 45 – 48 Kg Putri.

            Gung Cahya mengaku diperkenalkan dengan Judo melalui kakak sepupunya yang kebetulan seorang atlet Judo. Saat itu dirinya baru menginjak kelas 3 di bangku sekolah dasar. Karena merasa memiliki ketertarikan pada Judo, Gung Cahya pun giat berlatih, hingga masuk ke sebuah klub Judo guna menggali lebih dalam ketrampilan serta pengetahuan tentang Judo.

            Akhirnya ia turun berlaga untuk pertama kalinya pada pertandingan Kejurda (Kejuaraan Daerah) di Klungkung dengan menyabet juara 2 pada kelas – 33 kg putri. Gung Cahya mengaku terpukau akan olahraga yang telah membesarkan namanya ini. Berbagai manfaat telah ia dapatkan, mulai dari banyaknya teman, perlindungan diri, hingga prestasi yang menjadi kebanggan tersendiri.

            Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, mungkin peribahasa ini boleh jadi melekat pada diri Gung Cahya. Hidup di tengah keluarga yang dikeliling para atlet olahragawan membuat Gung Cahya tumbuh menjadi pribadi yang teguh menekuni olahraga. Tak hanya karena kegigihan gadis asal Gianyar ini dalam berlatih Judo, support dari keluarga dan teman – teman lah yang membuatnya semakin bergelora dalam meningkatkan keahlian serta berprestasi pada olahraga ini.

            Hingga saat ini, berbagai prestasi telah digapainya. Diantaranya, pada Pekan Olahraga Pelajar Kota Denpasar menyabet emas katagori kelas – 35 Kg Putri tahun 2010, Juara I Kelas 36 – 41 Kg Putri pada Pekan Olahraga dan Seni Pelajar Provinsi Bali tahun 2011, Juara I kelas 45 – 48 Kg Putri pada Piala Walikota Denpasar tahun 2012, meraih perak pada Kejuaraan Nasional JUDO Kartika Cup VII katagori kelas 45 – 48 Kg Putri tahun 2014, meraih perunggu pada Pekan Olahraga Pelajar Nasional (POPNAS) XIII katagori kelas 44 – 48 Kg Putri tahun 2015, hingga pada Bali Open International tahun 2016 lalu, Gung Cahya berhasil meraih emas di katagori kelas 45 – 48 Kg Putri, serta masih banyak lagi penghargaan lainnya.

            Diusianya yang terbilang muda, berbagai pertandingan Judo telah ia ikuti. Suka duka sebagai pemain muda pun pernah dirasakannya. Mengikuti banyaknya pertandingan dengan proses latihan yang cukup panjang terkadang membuat Gung Cahya cukup kewalahan dalam mengatur waktu dan sempat muncul rasa ingin berhenti menekuni Judo. Mengingat saat ini dirinya masih berstatus sebagai seorang pelajar yang tentunya memiliki kewajiban dalam pemenuhan tugas sekolah serta persiapan menghadapi ulangan ataupun ujian.

            Tak menutup kemungkinan, disaat dirinya kalah dalam sebuah pertandingan terbelisit keinginan untuk mundur. Tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, suka duka yang dialaminya saat menekuni Judo dijadikan acuan dalam menggapai prestasi yang lebih tinggi lagi.

            “Gak ada atlet yang bisa juara kalau gak latihan, jadi semua didasari oleh latihan” ungkap Gung Cahya.

            Gung Cahya tak lupa mengemukakan berbagai harapannya, semoga Pejudo Bali lebih mendunia. Selain itu untuk pemerintah, ia berharap lebih peka dan perhatian pada perkembangan atlit Judo khususnya di Bali. Baginya, Pejudo Bali masih kurang fasilitas yang memadai. Padahal banyak bibit – bibit muda yang memiliki bakat dalam mengharumkan nama Bali. (Dew5/NUK5)

Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono : saya merasa bahagia saat menulis

1494151416495

Prof. Dr. Sapardi saat memberikan materi tentang “how to be a writer” kepada para peserta.

Lembaga Pers Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Udayana yang dinamai LPM Khlorofil resmi berusia 16th setelah menyambut hari ulang tahunnya yang jatuh pada 1 Mei kemarin.  Serangkaian memperingati hari ulang tahun, maka telah diselenggarakannya Talkshow Nasional dengan tema “how to be a writer.” Melalui talkshow mengajak berbagai kalangan baik siswa, mahasiswa maupun masyarakat umum untuk berani menulis dan menumbuhkan keinginan untuk menulis.

Salah satu pembicara yang hadir untuk membagikan ilmu dan pengalamannya yaitu Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono seorang sastrawan Indonesia. Karya – karyana pun sangat menginspirasi hingga saat ini. Tidak hanya menulis puisi, Prof. Sapardi juga aktif menulis cerita pendek, menerjemahkan karya penulis asing, menulis esai dan masih banyak lagi tulisan-tulisan buah karya Prof. Sapardi. Adapaun beberapa judul puisi yang dibuat nya diantaranya Aku Ingin, Hujan Bulan Juni, Pada Suatu Hari Nanti, Akulah si Telaga, dan Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari.

Ketika ditanya soal perkembangan sastra saat ini, Prof. Sapardi menjelaskan bahwa itu adalah sesuatu yang sangat menyenangkan, selain bergaul dengan teknologi modern, saat ini semua pengetahuan dan pengalaman berasal dari teknologi tersebut.

“tidak ada tips-tips untuk  menulis, kalo kita bisa membaca segala sesuatunya dari teman,  jadi kita akan menulis dengan cara kita sendiri. Itu gak ada aturannya kok, syaratnya adalah membaca sebanyak banyaknya.” Tambahnya.

Prof. Sapardi pun melanjutkan, dalam menulis tidak memerlukan dukungan dari siapapun untuk dapat dipajang dan dibaca orang.

“menulis itu sampai mati, bahkan setelah mati, saya akan tetap menulis.” Jelas Prof Sapardi setelah ditanya tentang kapan akan berhenti menulis. (Akp4)

 

Bukan Orang Bali tapi sayang Anjing Bali

Untitled18

Rhonda Lepsch bersama anjing Bali yang ia selamatkan.

Sejak kecil telah diajarkan oleh ibunya untuk selalu menolong makhluk hidup lain yang sedang dalam kesusahan, Rhonda Lepsch tentu saja tidak bisa menutup mata ketika melihat anjing Bali dibuang dan disiksa, terutama di Bali sendiri.

Sekitar empat tahun lalu, Rhonda mendirikan program untuk menolong anjing karena banyak orang membuang anjing di sekitar bisnis suaminya.  Rhonda menekankan bahwa ia tidak ingin membangun sebuah penampungan anjing karena hal itu hanya akan membuat lebih banyak lagi orang yang membuang anjing.

 Ia menyelamatkan anjing yang dibuang di sekitar Benoa, divaksin dan disteril, kemudian dilatih agar nantinya dapat diadopsi. Ia pun mendirikan program yang proaktif dan bersifat mencegah serta mendidik warga sekitar untuk berhenti membuang anjing.

Tentu saja Rhonda tidak dapat mendanai seluruh program ini sendirian. Ia pun mendapatkan bantuan dari beberapa orang dan klinik hewan. Sebagian besar bantuan ini berupa vaksin serta kalung dan tali untuk anjing.

“80% of my supporters are Australian,” ujar Rhonda

Program yang dibangun oleh wanita asal Amerika ini merupakan program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) dari bisnis water sport dan diving milik suaminya. CSR adalah suatu konsep atau tindakan yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak yang dilakukan oleh perusahaan sebagai rasa tanggung jawab perusahaan terhadap sosial maupun lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada.

Rhonda dan suaminya pun memutuskan untuk melakukan CSR yang membantu masyarakat serta binatang di sekitar tempat bisnis mereka. Berjalannya program yang proaktif, bersifat mencegah, dan juga mendidik warga sekitar, Rhonda bekerjasama dengan Sunset Vet untuk mengadakan acara vaksinasi dan sterilisasi gratis setiap bulan pada tanggal 15.

Pada awalnya hanya ada dua atau tiga orang yang datang untuk memberikan anjingnya vaksin dan sterilisasi, namun seiring berjalannya waktu semakin banyak orang yang membawa anjingnya untuk divaksin dan disteril. Rhonda pun kerap berkeliling desa untuk menyebarkan informasi mengenai bahaya rabies, seberapa cepat rabies menular, solusi yang ia dapat tawarkan, dan juga manfaat-manfaat positif dari sterilisasi anjing. Ia juga selalu mengingatkan warga bahwa ada acara vaksinasi dan sterilisasi gratis setiap bulan, jadi mereka bisa datang kapan saja.

“I hope that Balinese people don’t forget their culture, in which the Bali dog is a part of it,” ujar Rhonda.

Rhonda menjelaskan bahwa anjing Bali sebenarnya adalah ras anjing paling tua, paling sehat, dan paling cerdas di dunia. Anjing Bali mempunyai tiga fungsi penting dalam menjaga keseimbangan alam sekitarnya. Pertama, anjing Bali akan selalu menjaga suatu daerah tempat ia tinggal, dan sangat setia kepada majikannya. Selain itu, anjing Bali juga mempunyai peran penting untuk mengusir hama, terutama tikus, di sawah-sawah sekitar tempat ia tinggal. Peran penting lainnya yaitu anjing Bali juga membantu dalam hal pengelolaan sampah. Ia akan memakan sampah-sampah organik yang dibuang oleh warga desa. Namun, pada jaman sekarang ini banyaknya sampah plastik tentunya mengganggu peran anjing Bali ini dan akan membahayakan kesehatan apabila termakan oleh anjing Bali. Pada tahun 2008, seseorang mengimpor anjing rabies secara illegal, dan sejak saat itulah rabies mulai merajalela di Bali.

“For my young little program, you know… the other day I was driving by the parking lot in Benoa, and there were three of the kids who were a part of my program, their dogs are healthy, they got collar, they got him on the leads, they’re all playing, they got a little ball and the toys that I gave them, that’s… that’s what I wanna see. Just happy people happy animals,” kata Rhonda. (Git4)

Karya Mendunia Designer Muda Pulau Dewata

Untitled7

Proses pemasangan kostum Kendedes oleh Inggi Kendran di ruang koleksi pribadi nya.

Denpasar, pariwisata Pulau Dewata yang tiada duanya dikenal hingga mancanagera sudah menjadi hal yang biasa. Selain memiliki segudang kesenian nan elok, Bali pun memiliki generasi handal yang aktif dengan kreasi nya di bidang desain kostum. Seorang desainer muda telah berhasil mengharumkan nama Bali dan Indonesia di ajang kontes busana lokal maupun Internasional.

Inggi Kendran, pemuda yang sedang mengenyam pendidikan di Politeknik Negeri Bali ini telah menunjukan prestasi yang luar biasa dalam berbagai ajang. Beberapa kontes busana yang pernah diikuti yaitu Best International Costume dengan mengangkat ‘’Durga Mahakali” dan di ajang kompetisi Miss Metropolitan Tourism World pada tahun 2015 dan Miss Cosmopolitan World di tahun yang sama.

Selanjutnya, talent yang telah memamerkan kostum buatannya berhasil menyabet gelar RUNNER UP I dalam Kompetisi Miss Intercontinental dan mendapatkan Bronze Medal dalam Kompetisi Miss Earth.

Inggi menjelaskan bahwa, ketertarikannya pada dunia design berawal saat dirinya bergabung dalam teater di SMA dan bertugas dalam pembuatan properti.

“secara tidak langsung buat kostum-kostuman tuh, seiringnya waktu tertarik ngedesign baju. Waktu masa2 transisi mau kuliah, dapet buat kostum 2 yang membuat sangat bersejarah walaupun terbuat dari kertas, tapi jadi tonggak awal untuk ngelanjutin itu sampe di kuliah sekarang. Akhirnya pas lagi kuliah kakak terus lanjutin gambar-gambar sampe sekarang.” Ungkapnya.

Berbekal pengalaman dan usaha, hingga kini jumlah kostum yang telah dibuat oleh Inggi mencapai jumlah 22 Kostum siap pakai. Hasil garapan kostum dari Inggi, terinspirasi dari keberadaan “Durga Mahakali” yang membuat kostum – kostumnya tetap eksis. Tidak hanya mengisahkan Dewa Dewi, karya nya pun adapula yang mengangkat tentang hewan suci seperti merak dan angsa.

Kedepannya, beragam kostum yang dihasilkan akan dikembangkan lagi dan memlaui usaha nya ini, Inggi berencana untuk membangun Jasa Event Organizer, yang mana seluruh konsep acara akan di handle olehnya.(Git4)

 

 

Suarya Natha : Ingin jadikan Hobi sebagai Penghasilan

Untitled2

Salah satu karya nulis Aksara Bali di atas lontar oleh Tude

Hobi menulis aksara Bali sejak kecil dan terus ditekuni hingga kini, bukanlah suatu hal yang lumrah ditemukan di jaman globalisasi sekarang ini. Namun Tude, begitu nama panggilan laki-laki yang bernama lengkap Putu Gede Suarya Natha ini adalah salah satu generasi muda yang sampai sekarang  masih senang menulis aksara Bali. Baik itu menulis di kertas maupun di lontar.

Tude menjadi salah satu contoh anak muda yang hingga kini masih melestarikan budaya Bali yaitu menulis aksara di kertas maupun lontar. Ia kerap kali memenangkan lomba menulis aksara Bali sejak duduk di bangku Sekolah Dasar.

“Aku tertarik sama dunia menulis aksara Bali ini sejak kelas 4 SD.” Kata laki-laki berkulit putih ini.

Tude pun menuturkan awal mula ia mulai menyukai menulis aksara Bali. Berawal dari kebiasaannya menyontek pada teman ketika pelajaran Bahasa Bali, ibu Tude langsung mengajaknya bertemu kakeknya yang juga merupakan guru Agama Hindu dan guru Bahasa Bali di SMPN 8 Denpasar pada saat itu.

“Pas belajar sama kakekku, aku dibuat seneng belajar menulis aksara Bali. Soalnya kalo aku bisa, aku dipuji-puji. Aku tuh orangnya seneng dipuji.” ungkapnya sambil tertawa malu.

 Lomba pertama yang ia ikuti adalah lomba menulis aksara Bali di lontar dalam rangka Hari Anak Nasional, dan langsung memperoleh juara 1. Saat itu ia duduk di bangku kelas 5 Sekolah Dasar. Dari kemenangan pertamanya lah Tude semakin menyukai hobi barunya itu.

“Dulu tu pemerintah yang paling sering ngadain lomba. Lomba di kelurahan dulu, terus naik ke kecamatan, baru mewakili Denpasar. Dan astungkara aku selalu juara pertama.” tutur alumni SMAN 3 Denpasar ini.

Saat memasuki Sekolah Menengah Pertama ia kerap ditunjuk untuk mewakili sekolahnya maupun mewakili Kabupaten untuk mengikuti lomba serupa. Sampai akhirnya ia memperoleh juara 1 nyurat lontar tingkat SMP Porsenijar Provinsi Bali tahun 2010. Keluarganya yang memiliki latar belakang seniman, juga menjadi motivasi tersendiri untuk laki-laki kelahiran 24 Desember 1996 itu.

Saat SMA ia mengikuti perlombaan baru, yaitu lomba mekekawin. Lomba mekekawin pun ia memperoleh juara 1 pada kategori pasangan putra tingkat SMA Porsenijar Provinsi Bali tahun 2013. Selain menekuni aksara Bali, ia juga mulai belajar menekuni Darma Gita. Kecintaannya terhadap budaya Bali tersebut tidak hilang meskipun jaman telah berubah.

Meskipun sering mendengar kata-kata yang kurang berkenan di hati mengenai hobinya itu, Tude tetap teguh dan kini ia mengenyam pendidikan di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana Program Studi Sastra Jawa Kuna untuk terus mendalami hobinya tersebut.

Saat duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, ia sempat berpikir untuk melanjutkan studi yang berhubungan dengan hobinya itu atau tidak. Ia sering kali mendengar perkataan bahwa hobinya menulis aksara Bali tidak mampu mencukupi biaya hidupnya di kemudian hari.

“Masa-masa down mengenai hobiku yang ingin terus aku dalami itu ada. Paling terasa pas SMA sih.” katanya.

Namun semua itu tidak terlalu dipikirkan Tude, karena ia memiliki prinsip bahwa pekerjaan terbaik adalah pekerjaan yang berasal dari hobi manusia itu sendiri. Terbukti dari lomba-lomba yang sering ia ikuti. Tude kerap kali mendapatkan hadiah berupa uang tunai ketika mengikuti lomba menulis aksara Bali. Sempat pula ia bekerja di Pusat Dokumentasi dan Arsip Kebudayaan Bali untuk menduplikasi naskah-naskah maupun lontar-lontar yang sudah usang dalam upaya konservasi kebudayaan Bali oleh pemerintah.

Hingga saat ini, Tude masih aktif menulis aksara Bali bahkan sering mengadakan acara rembug sastra dan pelatihan nyastra dengan teman-temannya maupun alumnus Sastra Jawa Kuna.

 Ia juga memiliki harapan untuk generasi muda jaman sekarang agar tidak meninggalkan budayanya sendiri.

 “Kebudayaan kita ini bukan cuma ada di Indonesia. Tapi budaya jawa kuno, budaya bali, itu ada banyak sekali di luar negeri. Kita harus peduli dengan budaya bali, peduli dengan sastra.”Ungkapnya.  (IP4)

Dek Enjoy: Tatanan Budaya Miris, Uma Wali Dirintis

BERSANTAI: Made Jonita sedang duduk di beranda rumah bersama Tytoalba peliharaannya (dok. pribadi)

        Denpasar – Sempat berkecimpung di dunia pariwisata, sebelum akhirnya memutuskan untuk fokus mengabdikan diri untuk desa dan lingkungan sekitar. Ya, dunia pariwisata memang pernah dijamaahnya. Namun, lelaki paruh baya yang bernama lengkap Made Jonita kini memutuskan diri untuk kembali menjadi petani desa. Bukan tanpa alasan, menanggalkan sebuah pekerjaan yang mampu menjamin secara materiil kemudian memilih menjadi seorang petani desa.

            Berlatar belakang rasa kepedulian terhadap lingkungan dan tatanan budaya, ia merasa bahwa budaya dan pariwisata di bali kini sudah mulai ketimpangan. Sebagai pelaku yang sempat berkecimpung di dunia pariwisata, ia menyadari bahwa Bali hidup dari pariwisata. Pariwisata yang berkembang di Bali pun adalah pariwisata budaya.

             “Kalo budaya enggak dijaga, apa yang mau dipariwisatakan? Hilang budaya, hilang pariwisata. Gitu logikanya,” tandasnya. Baca lebih lanjut

Mang Sraya: Bangkitkan Semangat Wanita Menekuni Seni Karawitan

LOMBA: Suasana Mang Sraya ketika mengikuti lomba mekendang barong tunggal di Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar tahun 2015 (dok. pribadi)

                  Gianyar – Menggeluti bidang seni di Bali memang sudah lumrah. Namun, mau  mendalami seni jadul (jaman dulu) di kalangan muda sangatlah langka. Di era serba digital, mendalami sebuah seni ataupun tradisi mendapat anggapan remaja kuno. Namun, berbeda dengan Ni Nyoman Srayamurtikanti kelahiran Gianyar, 3 Oktober 1996 merupakan seorang Mahasiswa berprestasi Institut Seni Indonesia Denpasar Fakultas Seni pertunjukan. Baca lebih lanjut