“Saya pecandu, bukan orang normal yang hari ini make terus besok lanjut kuliah, lanjut pacaran, lanjut kerja. Saya pecandu, sekali menggunakan ya satu terlalu banyak, seribu tidak pernah cukup jadi kalo mau berhenti ya harus total” terang Aryo mengenai masa lalunya.
Narkoba merupakan hal yang masih tabu untuk dibicarakan. Pecandu narkoba sendiri sering dipandang sebelah mata. Menjadi seorang pecandu tentu bukan hal yang dapat dibanggakan dan tidak ada seorangpun yang menginginkannya. Kecanduan adalah penyakit yang tidak ada obatnya, hanya dapat dipulihkan. Rehabilitasi adalah salah satu cara untuk memulihkan kecanduan narkoba. Seperti yang dialami oleh Aryo, yang kini sudah clear selama 13 tahun. Pria yang lahir di Cirebon tahun 1985 ini pertama kali mengenal narkoba saat duduk di bangku SMP.
“Awal make itu nyoba obat-obatan daftar G namanya. Kalau jadi pecandunya sendiri baru mulai SMA kelas 1. Makenya heroin pas itu,” tutur Aryo saat ditemui di kantor Bali Peduli, Rabu (10/05/2017).Ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang terjerat narkoba. Aryo mengatakan awal mula menggunakan narkoba karena teman-temandi lingkungannya adalah pengguna. Kalau nggak make, nggak gaul. Kata inilah yang menjadi dorongan Aryo untuk menjadi seorang pengguna narkoba.
Awal menggunakan narkoba, Aryo mengaku patungan bersama teman-temannya untuk membeli heroin. Namun dengan seiring berjalannya waktu, dosis penggunaan meningkat dan Aryo menjadi seorang pecandu. “Karena dosis meningkat ya jadi beli sendiri, kalo bagi-bagi sama temen rugi,”ucapnya. Tahun kedua menggunakan narkoba Aryo menjalani rehabilitasi pertamanya di pondok pesantren Suralaya yang terletak di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Selama 8 tahun menggunakan narkoba, ia pernah enam kali keluar masuk panti rehabilitasi sebelum akhirnya lepas total dari narkoba. Keluar masuk penjarapun sering dialaminya.
Saat ditanya apa alasan berhenti menjadi seorang pecandu, Aryo mengatakan “Alasan pertama capek! Kalo bahasa rehabnya udah hit the bottom. Udah nggak tau rasanya, make pun udah nggak ada enaknya. Udah bosen,lelah, keluarga udah musuhin, semua masyarakat udah nggak ada yang peduli, nggak jelas,”. Dibutuhkan waktu dan proses yang panjang sebelum akhirnya ia dinyatakan clean and sober.
Aryo mengaku pernah mengalami dua kali black out karena over dosis. “Buat pecandu nggak ada istilah terlalu sedikit atau pas dosis, nggak ada. Sampai semabuk-mabuknya,” tegasnya. Saat mejalani rehabilitasi terkhir, Aryo mulai mengenal yang namanya NA atau Narcotics Anonymous.Ia menuturkan bahwa rehabilitasi melalui NA kita diajarkan untuk mengenali siapa diri kita, dan diberikan langkah-langkah yang lebih dikenal dengan 12 langkah NA. Salah satu support terbesar dalam masa pemulihan datang dari brother hood NA. Dimana pecandu menolong pecandu lainnya.
Pecandu yang sudah dinyatakan bersih dapat menolong pecandu yang sedang berusaha untuk lepas dari narkoba. Hal ini berlaku ke atas, misal seorang pecandu yang baru clean satu bulan tidak boleh berkeluh kesahn dengan pecandu yang baru clear selama seminggu. Sebaliknya pecandu yang baru dinyatakan clear seminggu boleh bercerita dan berkeluh kesah dengan pecandu yang sudah dinyatakan clear selama sebulan. Jadi melewati jalan yang sudah dilalui.
“Buatku pribadi NA adalah jalan paling masuk akal menuju pemulihan, karna jelas. Step-step yang dilalui itu jelas. Ibaratnya kita sekolah lagi lah, di NA kita mulai dari TK dulu, SD dulu, SMA, baru kuliah,” tambahnya.
Intervensi adalah langkah awal untuk melakukan pemulihan. Menurut Aryo, salah satu bentuk intervensi masyarakat terutama teman adalah support. Masyarakat harus tahu bahwa kecanduan adalah sebuah penyakit, jadi jangan salahkan pecandu. Tetapi berempatilah kepada mereka. “Kalau ada pecandu yang sedang dalam proses pemulihan, ya dukung. Say helo kalau ketemu aja udah baik, jangan menjudge. Empati aja. Support ke pecandu sebenarnya hal yang paling simple. Dukung aja,” tuturnya sambil tersenyum.
Aryo juga menegaskan bahwa masyarakat Indonesia masih kurang peduli terhadap keadaan sekitar. Salah satu tugas remaja adalah menumbuhkan budaya peduli. “Kita nggak punya budaya peduli. Salah satunya baca. Kalo misal sekarang saya tawarin asuransi kamu mau nggak? Nggak kan? Nah itu, kita nggak mau mendengar penjelasan mengenai asuransi itu dulu padahal kalau kita mau dengerin, siapa tau suatu saat informasi yang kita dapet itu ada gunanya. Begitu juga ketika orang ngomongin narkoba, buat apa didengerin? Nggak make ini. Budaya peduli di masyarakat kita masih kurang,” jelasnya.
Ketika diminta menyampaikan satu pesan untuk remaja Indonesia, Aryo mengatakan “Pesan yang paling gampang adalah belajar, jadilah remaja yang berkreatifitas. Kreatifitas itu jangan dibatasi, asalkan positif. Jangan sampai nyesel lah remaja itu waktu enak-enaknya, waktunya buat kita explore hal positif,” tuturnya. (Jel6)