Ketulusan Pengajar Anak Autis

yunda

Ni Luh Sri Ulandari sosok pengajar anak autis yang sederhana dan mulia. (Ayunda Nindya)

Denpasar – Sabar, menghargai anak, dan menyayangi setulus hati merupakan hal yang terpenting dalam sentuhan kasih sayang orang tua terhadap sang buah hati. Begitulah pesan mulia dari Ni Luh Sri Ulandari, seorang pengajar anak autis yang kerap tampil dengan kesederhanaannya.

Ulandari memilih jalan hidupnya sebagai terapis anak autis di PAUD Bali Permata Hati yang berlokasi di daerah Padang Sambian, Denpasar Barat. Profesi yang sangat mulia ini tidak tanggung-tanggung diputuskannya sejak SMA, maka dari itu Ulandari tidak memikir panjang untuk melanjutkan dan menyelesaikan pendidikannya ke Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mahasaraswati.

“Profesi ini langka, dan saya bisa lebih dalam mengetahui tentang anak autis,” kata Ulandari saat memaparkan alasan memilih profesi sebagai pengajar anak autis.

Autisme merupakan gangguan perkembangan kompleks yaitu gangguan interaksi kualitatif dan gangguan dalam berkomunikasi. Anak autis memerlukan waktu kurang lebih selama delapan jam belajar intensif untuk membantu perkembangan sang anak autis. Orang tua biasa terutama orang tua yang sangat sibuk dengan pekerjaannya tidak semua bisa dan memahami benar apa yang dibutuhkan oleh buah hatinya, maka dari itu sangat dibutuhkannya pengajar yang ahli dalam bidangnya.

Menjadi seorang pengajar atau yang biasa disebut dengan terapis anak autis tidaklah mudah, karena membutuhkan kesabaran yang luar biasa dalam menghadapi anak autis yang hiperaktif dan susah berkomunikasi. Kesabaran merupakan hal termahal dan tidak dapat dibeli oleh siapapun, maka dari itu profesi sebagai pengajar atau terapis anak autis merupakan profesi yang sangat mulia di kalangan masyarakat.

Setiap anak autis memiliki proses terapi atau pengajaran yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan anak autis tersebut.

“Saya biasa mengajar anak autis satu jam dengan terapi perilaku yaitu mengajarkan untuk tenang instruksi kepatuhan dan satu jam dengan terapi okupasi untuk gerakan motorik kasar yang sangat dibutuhkan dalam perkembangan anak autis,” ungkap Ulandari.

Tidak jauh berbeda dengan mengajar anak normal biasanya hanya saja cara pengajarannya berada di titik kesabaran karena anak autis memiliki emosional yang lebih tinggi dengan tambahan gerakan yang sangat hiperaktif sehingga benar-benar memerlukan pengajaran yang intensif dan kesabaran yang ekstra. Emosi merupakan keluh kesah yang Ulandari rasakan selama lima tahun dalam menjalani profesi ini, namun hal ini tidak mengurangi semangat beliau untuk menjalankan profesinya.

“Mengatur waktunya sangat gampang karena saya bekerja dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore dan setelah itu waktu saya bersama keluarga,” ungkap Ulandari sambil tersenyum lebar.

Ia tetap menyempatkan waktunya untuk melakukan aktivitas seorang ibu selayaknya di pagi hari sebelum berangkat bekerja dan kembali berkumpul bersama keluarga seusai mengajar. (Ayunda Nindya)

2 pemikiran pada “Ketulusan Pengajar Anak Autis

Tinggalkan komentar