Mengurangi dan Mengolah Sampah Plastik dengan Bank Sampah

bank sampah

Bank sampah Universitas Udayana yag terletak di Jalan Kampus Bukit Jimbaran, sebelah rusunawa Unud, Bukit Jimbaran. Bank Sampah tersebut akan kembali digunakan setelah terbentuknya kepengurusan yang baru di bukan April mendatang. (Febiano R.)

Badung Bank sampah dewasa ini mulai sering terdengar sebagai solusi untuk mengatasi masalah sampah yang kian hari kian menumpuk. Salah satunya, seperti program lingkungan di Universitas Udayana yang diprakarsai oleh BEM-PM Universitas Udayana. Program lingkungan ini adalah dengan mendirikan Bank sampah dan diresmikan pada bulan Desember 2015, dengan memanfaatkan sampah botol plastik yang banyak berserakan di lingkungan Universitas Udayana.

Tahapan dalam menabung di bank sampah ini adalah dengan mengumpulkan sampah botol plastik yang dilakukan setiap satu minggu sekali, bukan berarti dengan menabung di Bank sampah Unud tidak memiliki keuntungan untuk nasabahnya. Karena setiap nasabah akan mendapatkan uang tabungan dari sampah yang mereka setor selama satu atau dua bulan sekali. Apabila sampah botol plastik ini telah mencukupi, maka akan dilakukan daur ulang untuk dipergunakan dalam hal lain.

“Program ini sendiri berada dibawah naungan dari BEM-PM Unud dan sampai sekarang belum ada bentuk kerja sama terkait Bank sampah ini dengan pihak pemerintah ataupun dengan pihak Rektorat, akan tetapi kedepannya kami akan mengkordinasikan dengan pihak Rektorat bagaimana dalam pengelolaan Bank sampah,” ujar Sutan Tantowi Dermawan yang menjabat sebagai Menteri Sosial dan Lingkungan Hidup BEM-PM.

Ide pembuatan Bank sampah berawal dari periode sebelumnya untuk mengurangi masalah sampah botol plastik di kawasan Unud.

“Manfaat yang dapat dirasakan adalah berkurangnya sampah botol plastik tanpa harus dibakar yang dapat merusak lingkungan dan yang terakhir pastinya mempunyai deposit uang di Bank sampah kami,” sambungnya lagi.

Sutan pun menambahkan bahwa tidak banyak mahasiswa dan dosen yang mengetahui mengenai Bank sampah ini, tetapi tanggapan berbeda datang dari salah satu dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang mengatakan bahwa informasi mengenai bank sampah ini masih sangat minim terhadap mahasiswa ataupun dosen sehingga diharapkan BEM-PM dapat mensosialisasi dan mengedukasi tentang pentingnya Bank sampah ini. Hal yang berbeda datang dari salah satu mahasiswi Fakultas Teknologi Pertanian yang mengatakan dirinya telah mengetahui dan setuju mengenai Bank sampah ini namun sayang dampak yang dirasakan belum maksimal. Dengan lokasinya berada persis di samping rusunawa Udayana bukit Jimbaran, Sutan berharap warga Unud dapat ikut berpartisipasi dalam bank sampah ini dan juga ikut menjaga lingkungan dengan tidak membuang sampah plastik sembarangan. (Febiano R.)

 

Kelompok Karya Segara, Melestarikan Biota Laut Dengan Menanam Terumbu Karang

Silit

Wayan Sopi menunjukan contoh potongan terumbu karang yang siap distek (Agung Suryadipta)

Denpasar – Berawal dari keprihatinan terhadap perusakan biota laut akibat reklamasi yang pernah terjadi tahun 1990-an yang mengakibatkan penurunan ekonomi nelayan di Pulau Serangan, maka pada tahun 2003 beberapa nelayan mulai membentuk sebuah kelompok untuk memperbaiki dan  menyelamatkan terumbu karang di Pantai Serangan dengan tujuan memperbaiki perekonomian nelayan di daerah tersebut.

Menurut Wayan Sopi (51), salah seorang anggota tertua kelompok, kelompok ini bernama “Kelompok Karya Segara”. Kelompok yang beranggotakan 46 nelayan ini bertugas merawat serta menanam terumbu karang di kawasan Pantai Serangan. Tidak hanya sampai di  situ, kelompok ini juga membuat terumbu karang buatan yang nantinya akan dijual ke luar negeri untuk menambah keuangan anggota kelompok dan sekaligus menjadi pengawas dari perusahaan-perusahaan penjual terumbu karang agar tidak menjual terumbu karang alami.

“Kesulitan utama dalam merawat terumbu karang adalah sampah plastik, di mana sampah tersebut akan memperlambat tumbuhnya terumbu karang apabila sampah tersangkut pada terumbu karang,” terang Wayan Sopi.

Menurut Wayan Sopi, Tahun 2006 kelompok ini diresmikan oleh  Menteri Kelautan dan Perikanan saat itu, serta mendapatkan 2000 terumbu karang dan boat yang digunakan untuk melakukan pengawasan terhadap terumbu  karang setempat agar tidak dicuri. Berawal dari 2000 terumbu karang, para nelayan yang dibantu oleh seorang dosen dari Universitas Warmadewa berhasil mengembangbiakannya menjadi 20.000 terumbu karang yang tersebar di beberapa kawasan seperti Lombok, Nusa Dua, Kuta  dan Sanur.

Biaya yang dikeluarkan oleh kelompok ini sekitar 250 ribu yang digunakan selama 2 hari untuk biaya transportasi (boat) yang digunakan untuk mengawasi dan merawat terumbu karang di laut. Dana tersebut diperoleh dari pemerintah dengan diajukannya proposal oleh Kelompok Karya Segara.

“Sejak penanaman terumbu karang itu, ikan-ikan kecil sekarang banyak bermunculan,” terang seorang nelayan di pesisir Pantai Serangan, Made Sudirga (64)

Berkat kegigihan kelompok karya segara ini, pemerintah  memberikan penghargaan untuk kategori penyelamat lingkungan pada tahun 2007 sebagai sebuah aspirasi pemerintah terhadap kelompok nelayan di Pulau Serangan. (Alit Pratiwi)

Proses Penenunan Kain Tenun Endek di Pabrik Putri Ayu

1

Pengkelosan merupakan tahap paling awal dari pembuatan kain tenun endek, proses yang menghasilkan gulungan benang. (Silya Christine)

2

Setelah proses pengkelosan, kemudian gulungan benang dikumpulkan di tempat yang khusus untuk menghindari kusut akibat bersentuhan antara gulungan satu dengan lainnya. (Silya Christine)

3

Proses pembuatan rancangan motif yang diinginkan untuk menentukan warna yang akan diberikan pada gulungan benang. (Silya Christine)

4

Proses pemberian warna pada benang yang telah melalui proses perancangan motif, pemberian warna dilakukan dengan cara mencelupkan gulungan benang ke dalam ember yang berisi air pewarna. (Silya Christine)

5

Proses memasukkan benang dasar ke dalam mesin tenun tradisional ini dinamakan penyucukan. (Silya Christine)

6

Satu persatu benang dimasukan menuju alat dengan teliti agar tak ada benang yang bersilangan. (Silya Christine)

7

Proses penenunan atau penyatuan benang dasar dengan benang motif sehingga membentuk kain yang memiliki gambar. (Silya Christine)

8

Kain tenun ikat siap dijahit sesuai dengan kebutuhan sandang pembeli. (Silya Christine)

#IMIKIBangkit di Kota Yogyakarta Demi Ilmu Komunikasi se-Indonesia

imiki

Mahasiswa Ilmu Komunikasi se-Indonesia sangat antusias mengikuti MUNAS IMIKI VIII Yogyakarta, 23-27 Mei 2016. (Ade Yulia)

Yogyakarta- Memasuki masa-masa pencalonan mahasiswa baru di setiap universitas, memperlihatkan angka yang signifikan terhadap program studi yang diminati. Salah satunya program studi Ilmu Komunikasi yang di nilai dapat memberi prospek kerja yang baik untuk kedepannya. Dan untuk memajukan perkembangannya, Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Indonesia (IMIKI) mengadakan Musyawarah Nasional untuk menampung aspirasi dari seluruh mahasiswa Ilmu Komunikasi di Indonesia.

Musyawarah Nasional Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Indonesia yang disingkat menjadi Munas IMIKI, pada tahun ini merupakan penyelenggaraan yang ke-VIII bertempat di Yogyakarta pada tanggal 23 – 27 Mei 2016. Dalam rangkaian acara ini disisipkan pula kegiatan kemanusiaan berupa donor darah dan juga donor buku serta talkshow menarik yang berhubungan dengan Ilmu Komunikasi. Rangkaian terakhir ialah mlaku-mlaku ning jogja sebagai penyegaran setelah sidang yang berlangsung. Acara ini dihadiri oleh mahasiswa Ilmu Komunikasi dari ujung barat hingga ujung timur Indonesia. Uniknya, perjalanan yang ditempuh tidak hanya melalui jalur udara, namun ada pula yang melalui jalur darat dengan menghabiskan waktu 2 hari 2 malam untuk sampai ditempat acara.

Nabila Fauzi selaku senior dari IMIKI Cabang Sumatera Selatan mengatakan bahwa anggota cabangnya memang sudah sepakat untuk pergi bersama-sama menghadiri Munas IMIKI VIII Jogja melalui jalur darat karena menjunjung tinggi kebersamaan. Walaupun, dalam perjalanannya rombongan dari Sumatera Selatan ini harus melewati beberapa pergantian kendaraan hingga akhirnya bisa sampai di Daerah Istimewa Yogyakarta, badan pegal-pegal, dan juga pola makan yang kurang teratur selama perjalanan, namun semangat mereka tak redup untuk mengikuti Munas IMIKI VIII Jogja yang bertemakan #IMIKIBangkit.

“Tujuan kami menghadiri Munas IMIKI ini yang utama untuk mempererat silahturahmi IMIKI Cabang Sumatera Selatan dengan IMIKI se-Indonesia dan juga ingin saling berbagi keilmuan yang kami dapat sesama Ilmu Komunikasi,” ujar Nabila.

Budi Haryadi selaku Ketua Cabang IMIKI Yogyakarta mengatakan bahwa lokasi pemilihan Munas IMIKI tahun ini diselenggarakan di Yogyakarta sesuai dengan hasil keputusan Munas IMIKI Riau satu setengah tahun yang lalu. Pada saat itu antusias peserta cukup banyak, namun mayoritasnya dari wilayah barat Indonesia. Inilah yang menjadi perbedaan dengan Munas IMIKI Jogja saat ini, melihat letak geografis Kota Yogyakarta berada di wilayah Indonesia bagian tengah kemudian memberikan akses yang cukup mudah bagi mahasiswa dari ujung barat hingga ujung timur Indonesia untuk dapat menghadiri acara ini.

“Gabungan dari seluruh mahasiswa Ilmu Komunikasi dapat saling kenal dan berbagi tentang keilmuan di kampus masing-masing dan juga diharapkan tercapainya hasil munas nanti dapat membuat para mahasiswa melakukan perubahan dalam hal pengabdian dan keilmuan Ilmu Komunikasi tidak hanya untuk kampus sendiri tapi juga untuk negara dalam skala nasional,” tutur Budi mengenai tujuan dan harapan acara ini. (Ade Yulia)

Capai Tubuh Sehat dan Proporsional dengan Street Work Out

swt

Street Work Out Bali sedang melakukan latihan di Lapangan Puputan Badung. (Septian)

Denpasar- Mens sana in corpore sano ¸ didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Hidup sehat adalah keinginan dan kebutuhan dari setiap orang. Setiap manusia akan melakukan berbagai cara untuk menjadi sehat seperti pola makan teratur, diet, minum suplemen dan vitamin serta olahraga. Olahraga adalah kegiatan yang hampir disukai semua orang, dengan berolahraga dapat membentuk tubuh yang sehat layaknya idaman setiap orang. Namun banyak sekali faktor yang menghambat berolahraga yakni tidak ada waktu untuk berolahraga, kurangnya motivasi berolahraga, modal didalam berolahraga baik finansial maupun non-finansial dan juga pengaruh makanan yang enak. Beberapa faktor tersebut sering dialami masyarkat perkotaan yang memiliki banyak kesibukan. Pada saat ini salah satu cara ialah dengan pergi ketempat gym (suatu tempat penyedia alat-alat olahraga dan kebugaran serta tempat pelatihan pembentukan badan yang sehat). Seiring perkembangan zaman tempat-tempat gym sudah menjamur. Namun sampai saat ini tidak semua orang dapat berolahraga di gym karena mahalnya biaya yang dikeluarkan. Seiring berjalannya waktu timbulah suatu inovasi baru yaitu Street Work Out (SWO), yang menjadi suatu jawaban bagi beberapa orang yang ingin berolahraga dengan cara baru.

“Tubuh yang bugar dan proposional merupakan idaman setiap manusia, namun tidak sepenuhnya hal tersebut identik dengan gym. Gym bukanlah satu-satunya jalan untuk mencapai tubuh proposional.” ungkap Yussapatusama, pendiri urban Street Work Out di Bali sejak 14 Februari 2013.

Street Work Out adalah salah satu cara membentuk tubuh sehat atau proporsional, dengan metode Calistehnic yaitu olahraga menggunakan alat sekeliling dan berat badan sebagai beban. Olahraga ini sudah ada sejak Zaman Romawi kuno dan Yunani kuno yang dilakukan oleh para prajurit kerajaan pada masa itu. Hingga kini, olahraga ini te;ah menjadi tren di kalangan masyarakat.

“Olahraga ini tidak memerlukan waktu yang banyak, lebih murah dalam pembiayaan, lebih mudah dilakukan karena dengan alat-alat disekitar serta dapat dilakukan dimana saja dan oleh siapapun dengan profesi apapun,” ujar Yusa.

Gerakan dan teknik yang digunakan Street Work Out Bali tidak sepenuhnya diajarkan oleh pelatih layaknya di gym tetapi dengan sistem forum dengan saling berbagi informasi dan saling mengajari. Mereka sangat memanfaatkan media sosial youtube untuk menambah pengetahuan baru mengenai teknik Calistehnic yang unik. Keunggulan lain dari STW juga dapat dilihat dari biaya yang dikeluarkan lebih murah dibandingkan menyewa pelatih dan juga iuran di gym. Pelaksanaanya pun fleksibel karena tidak berpatok pada satu tempat.

“Apapun jenis olahraganya pasti memiliki resiko masing-masing. Jika melihat olahraga Calistehnic atau Street Work Out resiko terbesar ialah pada daya tahan otot yang digunakan,” ujar Sigit (34) seorang trainer di Augy Gym. Menurut Sigit, proses gym lebih cepat untuk mencapai tubuh yang proporsional dengan didukung adanya latihan otot yang menggunakan beban yang berbeda beratnya setiap tahap. Berbeda dengan SWT yang hanya terpaku pada berat badan si pelaku. Namun, melalui SWT akan memberikan kesempatan bagi seluruh masyarakat dalam membentuk tubuh yang sehat dan proposional.

Street Work Out Bali dapat menjadi contoh dan pelopor hidup sehat bagi kalangan muda di Bali. Mampu menjadi sebuah wadah positif untuk menghindari kehidupan yang negatif. Jika ingin hidup sehat tidak harus mahal.” tegas Yussapatusama. (Septian Lorenzo)

Street Art- Seni Penyampaian Pesan,bukan Ajang Corat-Coret Tembok

jamuran

Buah karya komunitas Djamur dalam ‘mengerjai’ tembok jalanan. (Eka)

         Saya mulai dengan sejarah – kejadian waktu lampau. Selayaknya cerita-cerita tentang yang lewat, saya membicarakan kepastian; terlepas dari sejauh mana ia bisa dikenang, dan semampu apa kata-kata saya mengungkapnya. Selepas bercakap dengan I Wayan Narah Wasudewa – salah seorang “Djamur” – di pojok pertigaan, kepastian yang saya dapat – dan bisa saya berikan – semuanya berawal dari “iseng”.

          Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia, “iseng” mengisyaratkan ketidaksungguhan; sekadar main-main, hadir sebagai perintang waktu, datang ketika sedang menganggur. Wajar, ketika ia hadir di tengah sekumpulan mahasiswa ISI Denpasar yang sedang mengisi waktu lowong – nongkrong sembari mengobrol. Di antara tutur pemuda-pemuda itu, terselip ide iseng; membangun sebuah komunitas dan berpameran. Ide ini mereka wujudkan dengan acak; pameran yang waktunya tak tentu, menampilkan beragam karya – dari patung hingga lukisan – di bawah nama yang berganti-ganti. Seiring hari yang juga berganti, komunitas ini lalu cenderung berekspresi lewat street art – karya visual yang dikerjakan di ruang publik. Baru pada Desember 2007, mereka resmi berdiri sebagai Djamur.

        “Djamur aja, biar gak terlalu serius,” canda pria yang akrab disapa Datuk itu, “(karena) Jamur itu ada dimana-mana, numplek dimana-mana – Gak hanya di satu tempat. Nyebar lah.” Ia menambahkan.

         Menilik komunitas ini – orang-orang dalam naungannya, geraknya – memang bak jamur. Mereka berkarya di mana saja. Mengantongi izin, tanda sebuah “keikhlasan”, mereka merangkai harmoni bentuk dan warna pada tembok-tembok. Alhasil, tembok-tembok datar itu membincang keseharian masyarakat, juga menanggapi isu-isu sosial yang berkembang, membagi ‘rasa’ mereka yang timbul dari sana.

         “Bermanfaat sekali untuk orang-orang yang belum sadar – untuk tertib berlalu lintas misalnya.” Komentar Ajung, salah seorang pengguna jalan yang tak jarang menemui mural ketika berkendara. Komunitas Djamur sendiri mencipta mural tidak cuma di tempat asal (Bali), tapi hingga Jogja dan Malang.

        Lazimnya jamur, mereka tidak dikekang waktu. Mereka bisa berkarya kapan saja; entah siang dengan teriknya, atau malam sunyi, tentu dengan kejutannya. Dalam menggarap proyek, pernah, Djamur sampai begitu akrab dengan waria-waria yang biasa berada di sekitar lokasi. Kali lain, mereka disuguhi makanan oleh preman-preman, dan dijamin keamanannya dalam berkarya. Namun tak jarang, mereka yang mengundang kejutan. Proyek-proyek yang kiranya selesai seminggu, rampung dalam semalam. “Kadang yang punya (tembok) ngerasa kurang – kok udah selesai ya?” kenang Datuk sambil tertawa.

      Mengerjai tembok-tembok, Djamur tidak banyak ambil pusing. Siapa pun kawan mereka boleh ambil andil – selagi sempat. Bahkan pada beberapa kesempatan, anggota-anggota Djamur yang terlibat mengajak kawan diluar komunitas. Begitu desain – dari mereka, ataupun menyesuaikan permintaan pemilik tembok – selesai, berbekal dana hasil proyek-proyek yang sudah lewat, mereka mulai membagi tugas; siapa yang mengurus pembelian cat, atau peralatan, dan lainnya.

      Mulanya iseng, kemudian menjamur. Buktinya, sembilan tahun sudah Djamur berkiprah dalam street art. Di antara tahun-tahun itu, banyak yang datang dan pergi. Kini Djamur menjadi naungan delapan belas orang. Tak ada niat untuk menambah jumlah. Yang ada: menambah karya, sembari membagi visi mereka; memasyarakatkan seni. (Eka)

Tukang Pos Indonesia di Mata Pelanggan

PAK POS KECE DARI LAHIR

Dari dulu hingga sekarang jasa tukang pos memang selalu diperlukan oleh masyarakat, terlepas dari objek apa yang diantarkan olehnya. (Tasya)

            Siapa yang tak kenal profesi satu ini, dengan ciri khas seragam berwarna orange mencolok ini tak jarang melintas di jalan raya lengkap dengan kantung besar di bagian kiri dan kanan sepeda motornya. Ya, dialah tukang pos lengkap dengan transpormasinya. Profesi tukang pos sudah menemani Masyarakat Indonesia dari jaman penjajahan hingga merdeka kini, tentu banyak perubahan yang terjadi. Canggihnya teknologi juga menjadi faktor utama moderenisasi ditubuh profesi satu ini. Hal ini juga merubah image tukang pos di mata para pelanggannya.

            Jasa tukang pos terus berkembang seiring perkembangan zaman di Indonesia. Santika (56) yang berprofesi sebagai pedagang ini mengungkapkan terjadi perubahan yang cukup signifikan.

              “Sejak saya SMA dulu saya sudah menggunakan jasa tukang pos, untuk mengirim surat kepada sahabat pena saya. Telah banyak sekali perubahan tahun ke tahun dari jasa tukang pos.” ungkapnya.

            Santika juga menambahkan perkembangan kantor pos juga memiliki andil yang besar dalam peningkatan kerja tukang pos. Kantor Pos Indonesia yang memilih menambahkan jasa pengangkutan barang dan beberapa jasa lainnya menambah kewajiban yang harus dituntaskan oleh tukang pos. Semakin hari banyak pesaing di dalam jasa pengiriman dan pengantaran barang dan hal inilah yang membuat tukang pos harus memiliki daya tarik tersendiri.

             Lain lagi dengan Mega (21) yang mengatakan jasa tukang pos selalu memegang teguh keramahan didalamnya. Maksud dari keramahannya ialah etika tukang pos saat bertemu dengan pelangggan. Melalui etika yang baik akan mampu membuat pelanggan nyaman dan berespon positif. Mega sendiri sudah menjadi pelanggan setia tukang pos selama 4 tahun.

             “Pelayanan tukang pos yang ramah membuat saya nyaman untuk berlangganan jasa tukang pos,” tutur Mega.

            Seorang pemuda bernama Adismas (20) saat ditemui di Kantor Pos Indonesia wilayah Denpasar juga mengungkapkan hal senada.

               “Pos Indoensia selalu berkembang, terkhusus tukang posnya hal itu dapat dilihat dari pakaianya, ketepatan waktunya, kendaraanya, dan juga ramah tamahnya,” pungkasnya.

               Perubahan yang dihadirkan jasa tukang pos ini membuat ciri khas Pos Indonesia yakni sikap dan perilaku tukang posnya. Kedepanya, Adimas berharapannya jasa tukang pos akan selalu memegang teguh kunci pelayanan dan juga kecepatan waktu dari proses pengirman. (Septian)

Aksi Tolak Reklamasi Teluk Benoa Terlihat Bersih

apatis reklamasi

Panitia tengah bersiap-siap membagikan trash bag sebelum aksi berlangsung. (Wigati Sita)

   Denpasar- Aksi Tolak Reklamasi yang terjadi pada Minggu (22/5) kemarin terlihat bersih dan minim sampah yang berserakan. Ini merupakan salah satu komitmen panitia For Bali dalam melaksanakan aksi tersebut.

   Putu Suantara yang merupakan salah satu panitia For Bali mengatakan aksi ini dilakukan untuk lingkungan, jadi kegiatan ini seharusnya sejalan dengan itu. Panitia membagikan sejumlah trash bag kepada demonstran untuk memudahkan dan mengingatkan membuang sampah pada tempatnya, sehingga meminimalisir sampah yang berserakan.

   “Bayangkan, ribuan orang yang mengikuti aksi ini, tidak semua sadar lingkungan. Jadi kami memberikan trash bag ini sekaligus memberikan edukasi, selain itu kami juga memberikan contoh kepada para demonstran agar aksi kita tetap ramah lingkungan.” Ungkapnya.

   Panitia saling bekerjasama untuk menggerakan massa agar tidak membuang sampah sembarangan. Ada panitia yang menyiapkan tempat sampah di satu titik, ada pula yang memberikan trash bag berjalan dan panitia yang mengedukasi para demonstran untuk membuang sampah pada tempatnya.

   Tindakan yang dilakukan panitia For Bali dinilai positif bagi masyarakat sekitar lokasi demonstrasi, Hendry salah satunya.

   “Tindakan tersebut sangat bagus, mengingat ini adalah aksi untuk lingkungan, jadi seharusnya tidak ada perusakan lingkungan di dalamnya” paparnya. Dengan jumlah massa yang sangat banyak, kedepannya diperlukan sosialisasi dari masing-masing koordinator desa sehingga memudahkan pekerjaan panitia untuk mewujudkan aksi yang bebas sampah. (Andiana Dwi/ Wigati Sita)

Area Utara Setra Agung Badung Dipenuhi Demonstran Tolak Reklamasi Teluk Benoa

CYMERA_20160522_184711[1]

Suasana saat aksi tolak reklamasi Teluk Benoa berlangsung (Wigati Sita)

Denpasar-Minggu (22/5) pada pukul 13.00 WITA, Jalan Imam Bonjol dipenuhi oleh sejumlah demonstran yang  menolak reklamasi Teluk Benoa. Aksi tersebut di ikuti oleh sejumlah desa pakraman Denpasar. Area utara Setra Agung Badung menjadi titik kumpul aksi tersebut.

“Tidak ada tindak lanjut  dari Presiden, DPR, Menteri terutama Gubernur yang ada di Bali. Maka dari itu, kami akan terus melakukan ini sampai ada keputusan.“ Ujar I Wayan Mulyana selaku koordinator pemuda desa adat Bunalu.

Demonstran melakukan aksi jalan kaki (long march) dari area utara Setra Agung Badung menuju Bundaran Puri Pemecutan, Jalan Thamrin, Jalan Gajah Mada, Bundaran Catur Muka Denpasar, Jalan Udayana ke selatan, Simpang Sutoyo, Simpang Suci, Jalan Hasanudin, dan kembali lagi ke titik kumpul semula di Jalan Imam Bonjol.

Aksi demonstrasi berlangsung damai dan tanpa kekerasan. Supradi, selaku Kepala Bagian Operasional di Kepolisian Kota Denpasar berkata “Dengan adanya informasi dari panitia akan dilaksanakan semacam penyampaian aspirasi dalam bentuk jalan kaki yang melewati beberapa titik, kami telah menyiapkan pengamanan sekaligus menempatkan anggota disetiap titik yang dilewati rombogan untuk memperlancar lalu lintas.”

Tidak ada penutupan arus lalu lintas dalam aksi ini. Pihak demonstran dan pengguna jalan diharapkan dapat saling memahami. Pihak kepolisian juga telah ditempatkan di berbagai titik untuk mengamankan arus lalu lintas. (Andiana Dwi/ Wigati Sita)

Filateli : Hobi Berbuah Rupiah

    

filateli

Prangko dan benda pos lainnya dipajang dalam mading filateli di Kantor Pos Renon. (Ruth)

     Denpasar Apa yang terbenak dalam pikiran Anda saat mendengar istilah filateli? Banyak orang awam yang tidak banyak mengetahui apa itu filateli, apa gunanya mengumpulkan benda-benda yang semata-mata tidak bernilai itu. Filateli sebenarnya sebuah hobi untuk mengoleksi perangko dan benda-benda pos lainnya, seperti sampul hari pertama (first day cover), carik kenangan (souvenir sheet), mini sheet dan lain-lain.

     “Sebenarnya anggota kolektor itu investor, dia tau koleksi perangko. Apalagi kalau kolektor yang benar-benar serius itu tidak seperti anak-anak lagi, yang hanya bisa beli perangko, senang membeli, tapi ada hitung-hitungannya.” ungkap Ketua Perkumpulan Filatelis Indonesia Provinsi Bali, Gede Ngurah Surya Hadinata, Senin (28/3).

     Menurut Hadinata, perangko bukan hanya sekedar benda kecil yang terabaikan, namun perangko itu dapat dijadikan industri, dalam artian dapat menjadi peluang bisnis dan investasi. Jika masyarakat pada umumnya menggunakan emas atau asuransi sebagai investasi, Hadinata menginvestasikan uang dengan membeli perangko, kemudian mengoleksinya, dan pada akhirnya dijual kembali untuk membeli perangko lainnya demi berkembangnya koleksi.

     Semakin lama umur perangko, maka akan semakin mahal perangko tersebut. Apalagi yang sudah tergolong langka, kolektor akan berani membayar mahal demi menambah koleksinya tersebut. Harga perangko itu cenderung naik. Misalnya harga perangko orang utan 800 rupiah per satuan pada tahun 1989, sekarang mungkin jika dijual dapat mencapai 800.000 rupiah per satuannya. Kemudian jika dijual 1 set dapat menghasilkan berlipat-lipat ganda.

     Di mata para filatelis, perangko bukan hanya sekedar kertas kecil, tetapi dia adalah alat komunikasi, bagian dari sejarah, bagian dari seni, bagian dari peradaban, semua bisa diceritakan melalui perangko. Hal-hal tersebutlah yang dilihat dari setiap perangko. Sebuah perangko mempunyai nilai dan memiliki cerita unik dibalik arti gambar di perangko tersebut. Keunikan perangko tersebut yang membuat perangko masih diburu dan diminati para filatelis.

     Namun sayangnya masih belum ada gerakan yang dilakukan pemerintah daerah dalam membukakan mata orang awam akan keberadaan perangko serta industri di dalamnya. Oleh kantor pos sendiri, orang biasa disarankan untuk menggunakan layanan kilat khusus atau express, karena memiliki kelebihan untuk mempermudah konsumen untuk melakukan tracking. Sementara kartu pos tidak ada sistem tracking-nya.

     Budi 27 tahun, pengunjung yang ditemui di Kantor Pos Renon, Denpasar, mengakui jarang menggunakan perangko. “Terakhir kali saya menggunakannya untuk keperluan pengiriman dari kantor tempat saya bekerja,” kenangnya. Terbukti bahwa perangko masih sedikit peminatnya khususnya di Wilayah Bali. Namun dengan adanya pameran nasional maupun internasional yang diselenggarakan setiap tahunnya, diharapkan dapat memikat perhatian masyarakat akan perangko. Seperti pada Pameran Nasional Filateli Baliphex 2015. (Ruth)