Pro Kontra Komodifikasi Budaya, “Duplikat” Jadi Jalan Keluar

PENTAS: Salah satu pementasan tari khas bali di Wantilan Puri Ubud, Gianyar yakni tari barong yang kini turut terjamah komodifikasi budaya dan menjadi tontonan menarik bagi para turis yang berwisata ke Bali. (24/05) (fir3)

      Semarapura – Jemari penari yang meliuk gemulai, seakan menjadi pesona bermagnet di pulau surga. Bak memanggil-manggil tetangga di seberang benua agar singgah. Ya, Bali menjadi pulau tersohor laksana artis yang naik daun dan pamor yang tak pernah surut. Kesempatan emas ini pun tak dilewatkan begitu saja oleh pemerintah Bali untuk meraup kocek. Bukan hal tabu lagi, untuk membuka “peluang kerja” di bidang budaya yang menggiurkan ini.

         Pasalnya, kesempatan cantik ini tak semulus penari legong. Perkembangan budaya yang mulai mengarah ke lingkaran komersial mendapat perhatian serius dari sosiolog Universitas Udayana, Wahyu Budi Nugroho. Ia mengakui sangat miris dengan kondisi komodifikasi budaya yang semakin marak.

       “Ketika sebuah budaya, baik itu berbentuk ritual ataupun artefak dikomodifikasikan atau dijual, maka jika semua itu dirasionalkan dan dikalkulasikan melalui untung rugi sehingga akan menyebabkan hilangnya pesona dunia,” tandas Wahyu. Baca lebih lanjut

Tradisi Jaga-jaga, Awal Mula Bhisama Rare Angon

KEPALA SAPI : Setelah prosesi dari persiapan hingga sapi diarak sampai di Pura Buit, sapi digorok. Kepala sapi dihaturkan dan bagian badannya dikubur yang menandakan usainya prosesi Tradisi Jaga-Jaga (22/04) (fir3)

      Denpasar – Memiliki daerah tak seluas Kota Denpasar yang terletak di wilayah Bali bagian timur. Namun, kabupaten yang mendapat julukan kota serombotan ini memiliki sejuta tradisi yang tersimpan di setiap pelosoknya.  Salah satunya tradisi unik yang datang dari Desa Gunaksa, Kabupaten Klungkung.

      Ya, Desa Gunaksa terletak kurang lebih 4 Km dari pusat Kota Semarapura ini memiliki tradisi yang menjadi saksi bisu sejarah desa. Tradisi yang menjadi bagian upacara desa ini bernama upacara Jaga-jaga. Tradisi Jaga-jaga dalam pelaksanaannya merupakan upacara arak-arakan seekor sapi merah atau sapi cula yang dibawa keliling desa oleh masyarakat setempat. Baca lebih lanjut

Kelahiran “Orok” dalam Pentas Mini Teater Orok 2017

1495774405155

Pementasan drama berjudul “Dosa” (SIV7)

            Denpasar- UKM Teater Orok Noceng Universitas Udayana sukses menggelar acara Pentas Mini Teater Orok 2017. Acara ini digelar di Lt. 4 Student Center Universitas Udayana, Sudirman, Denpasar, Kamis (25/05). Pentas Mini Teater Orok 2017 ini bertemakan “This Is Us About Love”. Acara ini merupakan program kerja baru dari Unit Kegiatan Mahasiswa Teater Orok Universitas Udayana.

        Pentas Mini Teater Orok 2017 merupakan acara untuk memperingati sembilan bulan sepuluh harinya anggota teater orok dari angkatan 2016 sekaligus melantik anggota baru dari UKM Teater Orok Noceng Universitas Udayana.

          “Sembilan bulan sepuluh hari itu sendiri dimaksudkan seperti bayi atau orok sesuai dengan nama UKM kami, dimana sang bayi dilahirkan dengan sempurna selama berproses dalam kurun waktu sembilan bulan sepuluh hari, begitu juga anggota baru kami resmi dilantik setelah berproses selama sembilan bulan sepuluh hari di UKM Teater Orok Noceng ini,” ujar Nando selaku anggota UKM Teater Orok Noceng.

       Selain pelantikan anggota baru, acara ini dimeriahkan dengan pementasan musikalisasi puisi berjudul “Hujan Bulan Juni” dan “Bahasa Langit” serta drama karya sutradara Matejo yang berjudul “Dosa”.

         “Saya harap dengan diadakannya acara ini, ikatan keluarga UKM Teater Orok Noceng kami semakin erat serta pesan-pesan yang disampaikan dalam pementasan mini tadi dapat bermanfaat bagi para penonton maupun undangan,” ujar Nadia Kirana, selaku ketua panitia.

           Acara yang telah dipersiapkan selama kurang lebih dua bulan ini mendapatkan reaksi positif dari para penonton. Salah satu penonton bernama Satria mengaku sangat kagum dan terhibur karena penampilan musikalisasi puisi yang memukau serta pementasan drama yang sangat lucu. (SIV7)

 

Menelisik Situs Arkeologi Sarkofagus Daerah Utara Kota Seni Gianyar

 

a

4 dari 6 Sarkofagus di Situs Sarkofag Marga Tengah Payangan, Gianyar (HAR7)

        Gianyar – Kabupaten Gianyar tidak hanya terkenal dengan beragam kreasi keseniannya tetapi terlengkapi pula dengan situs cagar budaya dan arkeologinya, salah satunya banyaknya ditemukan Sarkofagus di daerah kota seni ini. Sarkofagus sebagai salah satu peninggalan bersejarah pada zaman Megalithikum memiliki fungsi sebagai kubur batu pada zaman tersebut, dan hingga saat ini situs arkeologi Sarkofagus sudah banyak ditemukan dan tersebar di Bali, salah satunya daerah Utara kota seni Gianyar, Marga Tengah Payangan.

            Daerah Utara Kabupaten Gianyar ini memiliki situs Sarkofagus yang tersembunyi, yaitu di Marga Tengah Payangan, menempuh sekitar 1 jam dari pusat kota Gianyar untuk sampai di situs ini dengan perjalanan yang menyegarkan mata dengan pemandangan hijau dan kebun jeruk disekelilingnya. Sesampainya di situs tersebut, Ketut Suaka juru perawat sistus sarkofag Marga Tengah Payangan akan membukakan pintu untuk akses masuk melihat sarkofag tersebut.

       Ketut Suaka menjelaskan 44 tahun lalu tepatnya pada tahun 1974, situs ini ditemukan secara tidak sengaja oleh warga yang tengah membajak sawah dan alatnya tersangkut oleh batuan ini. Ketut Suaka sendiri menjadi penerus juru perawat sebelumnya yaitu Made Kandeng pada tahun 2002, Ketut Suaka meneruskan ayahnya yang telah merawat situs Sarkofag Marga Tengah ini sejak tahun 1981.

      “Pada saat ditemukan, terdapat enam batu sarkofag yang ditemukan, namun isi didalamnya sudah berupa debu yang tertinggal, hanya anting, gelang, dan perhiasan yang terbuat dari perunggu yang tersisa serta pecahan-pecahan batu,” jelas Ketut Suaka

        Penyucian (dalam istilah keagamaannya disebut Palebon) Sarkofag ini dilakukan oleh mayarakat Marga Tengah pada tahun 1995, Ketut Suaka menjelaskan pada saat ditemukan Sarkofag ini sempat mengalami beberapa kerusakan karena kepercayaan primitif pada saat itu masih kental, sehingga setelah disahkan pemerintah dibuatkanlah Bale (bangunan tempat Sarkofag) diadakan Palebon untuk penyucian situs ini, tutur Ketut Suaka.

       Juru Perawat tersebut juga menjelaskan bahwa situs ini terbuka untuk umum selama tidak melakukan perusakan karena situs ini dilindungi oleh pemerintah dan tidak sedang dalam keadaan cuntaka (berduka dan/atau menstruasi bagai perempuan). Situs sarkofagus di Marga Tengah ini mendapatkan perhatian yang cukup dari pemerintah, dari pengesahan dan pembuatan SK, rutin juga melakukan pengecekan inventaris, dan pengiriman alat kebersihan serta dana atau gaji juru perawat tetap lancar terlaksana.

       “Sarkofag itu kan milik negara, ada alat kebersihan yang dikrimkan, terakhir tanggal 22 Februari kemarin diberi alat, ada arit, sapu, tapi kalau mesin beli sendiri. Tidak ada kendala berarti juga dalam perawatan sarkofagus ini, hanya perlu rutin dibersihkan dan dijaga keamanannya saja, Peneliti-peneliti juga kerap datang untuk meneliti sarkofag ini,” ungkap Ketut Suaka

       Bendesa Desa Adat Pekraman Marga Tengah, I Wayan Candri menerangkan bahwa keberadaan sarkofagus ini meskipun sudah lama tetapi pemuda-pemudanya masih cuek saja hanya sekedar tau dan diharapkan nantinya lebih diperhatikan dan ikut merawat sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat disini dan di luar untuk kepentingan pendidikan selama tetap dijaga kebersihannya. (HAR7)

Lincah Dan Lugas, Desak Rai Lebih Baik Diperankan Oleh Pria?

desak rai jeli

Tokoh Desak Rai saat diperankan oleh pria atau Arja Muani. Sumber : Dokumen Pribadi

   Bali dikenal oleh wisatawan akan kesenian dan budayanya. Pagelaran tari Bali merupakan salah satu kesenian yang paling diminati oleh wisatawan saat berkunjung ke Pulau Dewata. Tari Pendet, Legong Keraton, dan Tari Kecak merupakan beberapa tarian yang paling sering ditonton oleh wisatawan. Namun bagi masyarakat Bali, Arja merupakan salah satu jenis seni yang diminati dan masih eksis berkembang dikalangan masyarakat. Arja dikenal sebagai seni teater yang sangat kompleks karena tergabung dari seni tari, seni suara, dan seni drama. Dalam setiap pementasannya, pakaian yang digunakan oleh masing – masing tokoh arja memiliki keunikan tersendiri. Pementasan Arja selalu menggunakan pakaian adat Bali. Salah satunya adalah Desak Rai yang selalu memakai gelungan atau hiasan rambut yang dipenuhi bunga.

      Desak Rai dalam Arja merupakan dayang dari seorang putri raja bernama Liku. Pada awal pementasan Arja, Desak Rai biasa diperankan oleh wanita. I Wayan Kencana salah satu tokoh yang sering memerankan Desak Rai dalam Arja mengatakan bahwa seiring perkembangan zaman, tokoh Desak Rai lebih sering diperankan oleh pria atau yang lebih dikenal dengan istilah Arja Muani.

     Kendati demikian tokoh Desak Rai tetap digemari oleh masyarakat karena guyonan dan pesan moral yang sering disampaikan dalam tiap dialognya bersama tokoh lain seperti Kartala dan Galuh. “tokoh Desak Rai bila diperankan oleh pria biasanya akan lebih lucu dan lincah, dan terkadang suara dari pemeran pria Desak Rai yang dibuat-buat agar mirip wanita yang bikin hal penonton tertawa,” ungkap Made Robin salah satu penonton pementasan Arja di Desa Penarukan, Tabanan.

    I Wayan Kencana mengungkapkan bahwa berlakon sebagai seorang perempuan itu susah-susah gampang . Awal mula memerankan Desak Rai, I Wayan Kencana atau yang akrab disapa Cono ini mengungkapkan bahwa ada perasaan was – was dan tegang dalam dirinya. Rasa  takut mengecewakan penonton karena tidak bisa memerankan wanita dengan baik pun sering menghantui.

    “Awalnya perasaan deg-degan dan takut itu pasti ada. Karena saya kan lelaki tulen jadi ada tantangan tersendiri saat mulai berlakon menjadi wanita,” ungkap Cono. Riasan wajah serta kostum yang digunakan saat pementasan Arja berlangsung tak ayal membuat siapapun parti sulit untuk mempercayai bahwa Desak Rai diperankan oleh Pria.

   Setelah kurang lebih delapan tahun memerankan tokoh Desak Rai, Cono, mengaku tidak ada lagi perasaan deg-degan saat naik keatas panggung. Kelincahan dan logat dari Cono saat memerankan Desak Rai merupakan hal yang paling dinanti penonton. Kini tokoh Desak Rai dalam Arja lebih sering diperankan oleh pria karena dinilai lebih lincah dan lugas ketimbang saat diperankan oleh  wanita. (Jel6)

Bangun Keharmonisan, Monkey Forest Rayakan “Otonan” Monyet

monkey forest

(02/04/2017) Beberapa monyet yang tengah bersantai di Monkey Forest kecamatan Ubud, Gianyar, Bali (San6)

    Bali merupakan salah satu pulau di Indonesia yang sangat kental akan tradisi, salah satunya adalah Tumpek Kandang. Tumpek Kandang merupakan wujud kerukunan manusia dengan binatang atau alam di Bali. Seperti yang dilaksanakan oleh salah satu objek pariwisata di kecamatan Ubud, Gianyar, Bali yaitu Monkey Forest. Tradisi yang dilaksanakan setiap 210 hari berdasarkan kalender Bali ini sering disebut dengan otonan (perayaan) untuk binatang, yang bertujuan untuk menjaga keharmonisan hubungan manusia dengan binatang.

    “Nah kalau kita berbicara tentang tumpek kandang adalah bagaimana kita memuja Tuhan sebagai penguasa hewan. Nah tentu tujuannya adalah bagaimana agar dengan ritual ini kita bisa menjaga ritualisasi hubungan dengan alam dan juga binatang,”ujar I Nyoman Buana selaku General Manager Monkey Forest.

    Monkey Forest sebagai daya tarik wista di Bali sudah dimulai sejak tahun 1970, hingga saat ini di hutan seluas 12,5 hektar ini dihuni sebanyak 678 monyet. Monyet-monyet di hutan ini juga memiliki geng atau group, ada central group, temple group, cementery group, michlein group, east group dan new forest group. Selain untuk menjaga keharmonisasi hubungan manusia binatang upacara tumpek kandang yang disebut dengan otonan (perayaan) untuk binatang juga dilaksanakan agar monyet betah tinggal di hutan Monkey Forest.

    “Sehingga jika di pelihara dan diupacarai monyet betah disana sehingga kan sekarang di pakai objek wisata,kita harus memberikan upacara agar monyet monyet betah disana sekaligus memberi penghargaan terhadap rare ango yang berwujud sebagai pemelihara monyet disana,” ungkap I Nyoman Budiarsa yang merupakan pemangku atau pemuka agama pelaksana upacara Tumpek Kandang.

    Pada awalnya upacara ini dilaksanakan di Pura Dalem (tempat suci) yang berada di dalam Monkey Forest untuk meminta izin secara niskala atau tidak terwujud, setelah itu upacara dilanjutkan di central point (tengah hutan) Monkey Forest , saat itu monyet-monyet berkumpul di pinggiran tempat upacara berlangsung. Selanjutnya pemuka agama meminta air suci yang nantinya akan dipercikan kepada seluruh monyet yang ada di hutan Monkey Forest.

    “Tempat prosesi di pertigaan atau central point Monkey Forest, sebelum ke pokok ke central point upacara terlebih dahulu dilaksanakan di Pura Dalem untuk meminta izin sebab dari segi niskala beliau yang ada Pura Dalem yang menjaga lingkup itu semua,” ujar I Nyoman Budiarsa

    Pada saat prosesi otonan (perayaan) monyet di hutan Monkey Forest ini berlangsung, pengunjung dilibatkan untuk memberi suguhan yang sudah disediakan pada saat upacara kepada monyet. I Nyoman Budiarsa yang memandu upacara tersebut mengatakan bahwa monyet-monyet yang ada di Monkey Forest biasanya jika bertemu dengan kelompok lain akan berkelahi, namun pada saat upacara otonan (perayaan), monyet-monyet di hutan tersebut bersatu.

    “Anehnya kalau kelompok-kelompok monyet itu bertemu dengan kelompok lainya dia akan berkelahi, kalau kemarin pada saat upacara tumpek kandang bersatu bersama-sama tidak tahu mana teman mana kelompok ini, menyatu dia menjadi satudan tidak berkelahi,” ungkapnya.

    Di hari otonan (perayaan) ini monyet di Monkey Forest diberikan suguhan yang berbeda dari biasanya yaitu telur. Layaknya manusia monyet-monyet di Monkey Forest ini berpesta di hari spesialnya dengan suguhan buah-buahan dan telur yang diberikan khusus pada saat otonan (perayaan) pada Tumpek Kandang. Menurut I Wayan Wiarta salah satu tujuan diberikan telur saat Tumpek Kandang agar populasi monyet di Monkey Forest bisa di kontrol, karena telur dapat meningkatkan libido pada monyet.

     “Kita kasi telur setiap acara tumpek kandang, kalo kita kasi telur setiap hari nanti mereka membuat intensitas berhubungan lebih banyak atau libido mereka meningkat, jadi disini kita mencoba mengontrol populasinya agar tidak terlalu banyak,” ujar I Wayan Wiarta saat berjaga di area central point (tengah hutan).

     Upacara tumpek kandang di Monkey Forest ini biasanya dilaksanakan pada pukul 16.00 WITA. Beberapa hari sebelum upacara berlangsung, pengelola Monkey Forest akan memberikan pengumuman bahwa akan ada pelaksanaan ulang tahun bali atau otonan utnuk monyet di Monkey Forest melalui website. Nathasia asal Australia mengungkapkan bahwa ia belum pernah melihat prosesi otonan (perayaan) untuk monyet di Monkey Forest ,beda halnya dengan Anisa yang merupakan warga Ubud, Gianyar yang mengatakan sudah beberapa kali menyaksikan prosesi otonan (perayaan) untuk monyet di Monkey Forest. Semetara Putra asal Keramas, Gianyar mengatakan tidak pernah menyaksikan upacara otonan (perayaan) monyet di Monkey Forest dan ingin menyaksikan otonan (perayaan) selanjutnya. (San6)

Noda Karya 2017, Ajak Pelaku Usaha Muda Kreatif Unjuk Diri

noda.jpg

Beberapa pengunjung Noda Karya 2017 sedang berselfie ria sembari menunggu penampilan guest star yang dinanti – nanti, Sabtu (13/5/2017), bertempat di Kampus Sekolah Tinggi Desain Bali, Jl. Tukad Batanghari 29, Panjer, Denpasar. (DSD5)

            Denpasar – Sabtu (13/5/2017), Sekolah Tinggi Desain Bali Jurusan Desain Grafis menyelenggarakan Noda Karya 2017 bertema Art Music & Creativepreneur Expo 2017, di Kampus Sekolah Tinggi Desain Bali, Jl. Tukad Batanghari 29, Panjer, Denpasar. Noda Karya 2017 dibuka untuk umum dan tidak dipungut biaya tiket masuk. Sehingga semua kalangan dapat mengunjungi berbagai stand komunitas dan hiburan yang telah disediakan.

           “Jadi disini kan banyak komunitas juga atau orang – orang pelaku wirausaha muda lah, jadi disini kita semua ingin memperlihatkan kepada masyarakat atau anak – anak muda itu biar ini loh wirausaha muda di Bali itu ada,” terang Kadek Angga Dwi Astina, selaku Ketua Panitia Noda Karya 2017.

            Noda karya kali ini mengundang berbagai stand komunitas – komunitas yang di Bali. Diantaranya, Graphic Design New Media, Comictopia, Interior Design STD Bali, Baligrafi, dan masih banyak lagi stand – stand unik lainya. Baik yang berasal dari komunitas maupun dari intern Sekolah Tinggi Desain Bali.

            Adanya performance dari Perkamen Studio, Thunder Dance, Goldmonk Yoga, Gravity Music Squad, Suspended Situation (Legend), dan Ice Cream, menjadi pelengkap Noda Karya 2017. Tak lupa hadirnya sang special artist, Jun Bintang, menambah semarak acara tersebut.

            Menurut I Gusti Ayu Pitriani, perwakilan komunitas Comictopia yang juga merupakan komikus di Line Webtoon Indonesia, dirinya dan teman – teman berharap semua hasil karya yang dijajakan pada hari ini dapat terjual habis. Adapun barang yang dijual oleh komunitas Comictopia diantaranya bros, penjepit foto, kertas, stiker, dan pin.

             Menurut Yudistira, pengunjung sekaligus mahasiswa Sekolah Tinggi Desain Bali, mengungkapkan bahwasanya acara yang berlangsung cukup bagus, namun sangat disayangkan keadaan yang panas dan kurangnya tempat sampah cukup membuatnya kebingungan untuk membuang sampah setelah menikmati salah satu kuliner yang ada.

            “Harapannya cuma kasih tempat sampah ya di acaranya,” imbuhnya. (Dew5)

Dharma Santhi Kota Denpasar, Peringati Hari Suci Nyepi, Galungan & Kuningan

dharma shanti

Prof. Dr. Ida Bagus Gde Yudha Triguna, MS, mengisi sesi Dharma Wacana dalam acara Dharma Santhi Kota Denpasar, di Lapatan Puputan Badung, Denpasar, Rabu (10/5/2017). (DSD5)

            Denpasar – Peringati Hari Suci Nyepi, Galungan, dan Kuningan, Kota Denpasar menggelar Dharma Santhi pada Rabu (10/5/2017), bertempat di Lapangan Puputan Badung, Denpasar. Tidak hanya diisi dengan dharma wacana, namun adanya penyerahan hadiah kepada pemenang lomba Festival Bahasa Bali serta adanya hiburan dari penampilan perdana Sekaa Adnyana Gita Iswari Banjar Pemeregan, sebagai Duta Gong Kebyar Remaja Wanita Kota Denpasar menambah kemeriahan acara Dharma Santhi Kota Denpasar.

            “Kita mengusung tema Sadhu Sudha Siddha, dalam konteks bahasa Bali Dharma Santhi ngewangun membangun perilaku mulia atau perilaku luhur, kemudian pikiran yang suci untuk mendapatkan kasidhian atau kesempurnaan hidup dalam rangka kita mencapai kehidupan yang rahayu, juga damai, serta sentosa,” terang Drs. Cokorda Putra Wisnu Wardana, M.Si, selaku Ketua Panitia Dharma Santhi Kota Denpasar Tahun 2017.

            Menurut Cokorda, bahwasanya setiap hari suci itu mesti disertai dengan Dharma Santhi atau masimakrama membangun hubungan harmoni dengan sesama. Seperti halnya Galungan dengan hakekat kemenangan dharma atas adharma, tentu dharma itu akan memberikan kontribusi besar terhadap manusia tentang membangun sifat mulia. Sedangkan, Hari Suci Nyepi berkaitan dengan penyucian bhuana agung dan bhuana alit, serta kesucian diri lahir dan bathin, utamanya kesucian pikiran.

            Moment Dharma Santhi Kota Denpasar juga diisi dengan kegiatan Dharma Wacana oleh Prof. Dr. Ida Bagus Gde Yudha Triguna, MS, penyerahan hadiah kepada pemenang lomba Festival Bahasa Bali yang digelar oleh Pemerintah Kota Denpasar, hingga dipenghujung acara dimeriahkan oleh penampilan Sekaa Adnyana Gita Iswari Banjar Pemeregan sebagai Duta Gong Kebyar Remaja Wanita Kota Denpasar dalam PKB yang akan dilaksanakan bulan Juni nanti.

            “Maunyakan diserahkan waktu ini di acara puncak HUT Kota Denpasar, karena acaranya penuh sekali, penyerahan jadinya momentnya gak begitu pas, makanya dicari moment pas berkaitan dengan Dharma Santhi, Hari Raya Nyepi, Galungan, dan Kuningan, jadinya bisa dimasukkan moment itu, supaya langsung diserahkan oleh bapak Walikota Denpasar,” imbuh I Wayan Wira Astana, sebagai Ketua Panitia Festival Bahasa Bali. (Dew5)

Sekaa Adnyana Gita Iswari Tampil Memukau, Sebagai Duta Gong Kebyar Remaja Wanita Kota Denpasar

DSCN9862.JPG

Duta Gong Kebyar Remaja Wanita Kota Denpasar sedang tampil dalam acara Dharma Santhi Kota Denpasar, Rabu (10/5/2017), di Lapangan Puputan Badung, Denpasar. (DSD5)

          Denpasar – Bertempat di lapangan Puputan Badung, Rabu (10/5/2017), Sekaa Gong Adnyana Gita Iswari Banjar Pemeregan tampil perdana sebagai Duta Gong Kebyar Remaja Wanita Kota Denpasar yang nantinya akan tampil di Pesta Kesenian Bali (PKB) 2017. Launching ini dilakukan bersamaan dengan acara Dharma Santhi Kota Denpasar 2017. Penampilan memukau dari Sekaa Adnyana Gita Iswari diawali dengan menampilkan tabuh kreasi pepanggulan “Merega Ayu”.

          Sekaa Gong Adnyana Gita Iswari Banjar Pemeregan mampu menjadi Duta Gong Kebyar Remaja Wanita Kota Denpasar setelah mengikuti seleksi dengan tampil di Parade Gong Kebyar Kota Denpasar dan berhasil masuk 3 besar. Berdasarkan hasil seleksi tersebut dipilih lah Sekaa Adnyana Gita Iswari sebagai perwakilan Kota Denpasar di tingkat Provinsi.

          Selain anggota dari Sekaa Gong Adnyana Gita Iswari Banjar Pemeregan, Duta Gong Kebyar Remaja Wanita Kota Denpasar juga menambah anggota dari Himpunan Seniman Remaja Kota Denpasar untuk mengisi ruang yang masih kosong dalam formasi sekaa gong tersebut. Adapun tabuh yang akan dibawakan oleh Sekaa Gong Adnyana Gita Iswari Banjar Pemeregan adalah tabuh pepanggulan, tari jejangeran, tabuh kreasi, dan tari kreasi.

          Menurut Made Widanta, S.Sn, Selaku Koordinator Gong Kebyar Remaja Wanita Kota Denpasar menuturkan bahwa persiapan Sekaa Gong Adnyana Gita Iswari menuju PKB 2017 dilaksanakan dengan melakukan latihan rutin setiap hari. Dimulai dari pukul 17.00 wita hingga pukul 20.00 wita. Waktu ini dipilih mengingat para anggota sekaa gong berasal dari usia sekolah, sehingga tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar di sekolah masing – masing. Selain itu, mereka dapat pula mengatur waktu dengan baik untuk sekolah dan latihan.

          Tidak terdapat paksaan bagi para anggota sekaa gong dalam mengikuti kegiatan ini. Semua anggota yang ikut serta memang memiliki hobi dan juga kemauan.

          “Kayak Menurun aja sih darah dari orang tua yang juga tukang kendang dan memang hobi juga jadinya,” ungkap Putu Vinka Paramaditya, salah satu pemain kendang Duta Gong Kebyar Remaja Wanita Kota Denpasar.

          Menurut Putu Vinka Paramaditya terdapat keunikan Duta Gong Kebyar Remaja Wanita Kota Denpasar pada tahun ini, yakni yang biasanya memainkan tabuh lelambatan sekarang justru memainkan tabuh papanggulan. Dimana, para remaja wanita ini perlu mengeluarkan tenaga ekstra dalam memainkannya.

          “Harapannya semoga Denpasar lebih baik dari segi pembinaan kesenian, ” Pungkas  Made Widanta, S.Sn. (DSD5)

 

Apa kabar Teater Modern Bali ?

teater

Teater kalangan dalam kereta kencana “eugene lonseco-parade teater Bali Arti Foundation, Selasa, (13/09/11). (Dok. Pribadi)

          “Kita sama sekali tidak pernah konsisten dalam menekuni teater, kita banyak sekali terjebak dalam proyek teater. Kita berteater bukan untuk memperjuangkan sesuatu tetapi mengisi acara.”- I Wayan Sumahardika

          Ketika berbicara tentang kesenian tradisional, Bali menjadi tempat dimana kekayaan seni terus dijaga hingga sekarang karena mengalami komodifikasi dalam hal Pariwisata.  Bali menjadi anak “emas” dalam kekayaan dan kepopuleran seni secara global. Bahkan Bali lebih dikenal dibanding Indonesia.

          Kebudayaan bersifat fluid, mengalir sesuai dengan perkembangan masyarakatnya. Perkembangan teater modern di Bali mengalami pertumbuhannya sendiri. Ketika kesenian tradisional tetap menjadi sorotan di Bali, kesenian modern seolah-olah seperti bayangan yang  tumbuh diam-diam oleh hanya segelintir penikmatnya.

          Kita memiliki Putu wijaya, Cok sawitri, Kadek Suardana dan beberapa sastrawan Bali yang genius di tahun 80 hingga 90an dan berhasil meramu unsur tradisi dengan modernitas dengan  menyuguhkan karya – karya yang apik.

          Tetapi sejak reformasi, Idiom teater modern yang berbasis tradisi itu hilang dengan seketika. Dalam perkembangannya di tahun 2000an hingga sekarang, teater di Bali mengalami pasang surut dan bisa dianggap dalam keadaan kritis.

          Melihat seniman teater yang serius saat ini, sangat sulit. Beruntung ada satu dari segelintir seniman muda yang sangat progresif dan serius membangun kembali teater di Bali, bernama I wayan Sumahardika. Suma, sapaannya menggeluti teater sejak masih di bangku SMP hingga sekarang. Dengan teaternya yang bernama Teater Kalangan, ia produktif menghasilkan pertunjukan teater yang membuat orang berdecak kagum.

          Permasalahan teater di Bali saat ini adalah, kekurangan pelatih. Hal ini dikonfimasi oleh Iin Valentine, mahasiswi tingkat akhir yang aktif di Teater Orok, Universitas Udayana. Seringkali di sebuah teater sekolah maupun universitas, pelatih yang mumpuni susah ditemui.

          Menurut Suma, karena banyak seniman teater yang notabene ikut ekstrakulikuler teater di SMP/SMA nya, dengan ilmu berkesenian yang kurang matang, langsung terjun melatih bibit-bibit baru.

          “Regenerasi seniman teater di Bali susah. generasi kita yang masih merintis ini harus aktif mencari mentor dan belajar sendiri, untuk nantinya dapat tumbuh dan berkembang. Seharusnya kami diberikan ruang untuk bertumbuh dan berkarya lebih baik lagi,” tambahnya.

          Kedua, kurangnya ada diskusi yang terjadi ketika adanya sebuah pertunjukan teater. Di Bali penonton menganggap teater hanya sebuah hiburan dan “tontonan” semata, padahal teater saat ini menjadi wadah bagi jalannya sebuah diskusi lebih lanjut mengenai pertunjukan itu sendiri. Pertunjukan teater juga menjadi wadah dalam menyebarkan kesadaran atas suatu hal. Teater menjadi media untuk mengajak penonton untuk berada dalam sebuah realitas yang asing.

          Apa yang terjadi di Bali adalah, mayoritas orang menonton teater hanya untuk sekedar hiburan semata. Tidak untuk pengembangan intelektualitas. Teater eksperimental tidak begitu disukai dan diskusi yang terjadi selama ini hanya berupa hal-hal teknis, seperti lighting, skrip, dan gesture.

          Menurunnya kualitas dan euphoria teater modern di Bali, karena ditiadakannya lomba teater di Pekan Seni Remaja saat itu. Ketiadaan lomba ini membuat kelesuan teater SMP dan SMA di Bali. Padahal, teater cukup populer dikalangan remaja SMP dan SMA. Keberadaan ekstrakulikuler teater dan bagaimana bibit – bibit masa depan dilatih, sangat berpengaruh pada wajah teater Bali kedepannya.

          ”Di Bali semoga lebih berani dalam pementasan dan generasi penerus teater tidak malas untuk mencari referensi dan keluar dari zona nyaman,” ungkap Iin Valentine, peraih aktor terbaik 3 dalam festival monolog 2015.

          Menurut Suma, justru ia bangga dengan adanya teater-teater tersebut. Menurutnya, eksistensi teater Kini berseri, adalah hal yang orisinil.

          “Mereka (kini berseri) teater industri yang memiliki idealisme, Tekiber tidak menganggap mereka seorang seniman, yang orientasinya untuk seni, kejujuran itu yang susah ditemukan di Bali. Bahwa rasa toleransi dan pertemanan antar sesama teater itu yang harusnya dipupuk, bukan saling menyerang satu dengan lainnya,” ungkap Suma. (ANY5)