Taki-Taki Food Truck’s Shelter : Kuliner Unik Suasana Pertamina

taki

Suasana Taki-Taki Food Truck’s Shelter pada malam hari. (AMI7)

            Denpasar – Food truck kini memberi warna baru dalam industri kuliner di negara Indonesia yang kaya akan cita rasa ini. Food Truck merupakan inovasi baru dalam kuliner dimana penjualannya menggunakan kendaraan roda empat yang dimodifikasi dan dihias dengan unik dan beragm sehingga dapat digunakan untuk menjual makanan, Taki-Taki Food Truck’s Shelter merupakan tempat kuliner malam outdoor yang terletak di kawasan Jalan Raya Sesetan, Denpasar. Sejak diresmikan pada 14 Februari lalu, Taki-Taki Food Truck’s Shelter telah banyak menarik peminat kuliner malam. Didirikan dengan menerapkan konsep “Creatif Preneur Ground”, kini Taki-Taki Food Truck’s Shelter menjadi pusat kuliner yang menaungi aneka jajanan dengan food truck di daerah Sesetan, Denpasar.

        “Jadi konsepnya anak-anak muda itu di-push oleh pihak disini untuk membuat acara-acara kreatif. Setiap Sabtu dan Minggu, anak-anak muda yang berjualan disini dengan cara yang kreatif juga,” ungkap Ni Made Mahaputri Paramitha selaku owner Taki-Taki Food Truck’s Shelter.

        Berdiri di lokasi bekas SPBU menjadikan keunikan dan ciri khas tersendiri bagi Taki-Taki Food Truck’s Shelter. Mahaputri Paramitha menjelaskan bahwa konsep gas station masih belum ada di Bali sehingga akan menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Harga makanan serta minuman yang dijual pun sangat sesuai dengan kantong anak muda, yaitu berkisar antara Rp7.000 hingga Rp100.000 saja. Mulai dari makanan dan minuman lokal hingga western pun disuguhkan mengingat pengunjung Taki-Taki Food Truck’s Shelter datang dari penjuru yang berbeda. Tidak hanya makanan dan minuman, tempat kuliner malam ini juga menyuguhkan permainan musik akustik serta mengadakan night market pada hari Sabtu dan Minggu

        Mahaputri Paramitha juga menjelaskan perekrutan yang berawal dari sistem jemput bola, Taki-Taki Food Truck’s Shelter selanjutnya memilih food truck yang terbaik untuk berjualan di lokasi ini. Bali Food Truck Community merupakan salah satu komunitas perkumpulan food truck yang memberikan banyak pilihan food truck bagi Taki-Taki Food Truck’s Shelter.

        “Respon pengunjung disini sangat baik, tempatnya yang unik dengan konsep baru membuat kami ingin mencoba berjualan disini dan banyak anak muda datang kesini,” terang Nina Soewandi salah satu penjual di Taki-Taki Food Truck.

        Trisha Dewi, salah satu pengunjung disini berharap Taki-Taki Food Truck’s Shelter dapat menjadi wadah bagi para anak muda yang ingin mengasah tingkat kreatifitas mereka dalam kewirausahaan serta nantinya diharapkan dapat terus berkembang sehingga dapat melahirkan generasi-generasi penerus yang telah memiliki bekal dalam membuat usaha. (AMI7)

Dua Sisi Kenikmatan Nasi Yang Berbeda

c

Proses pembuatan nasi secara tradisional menggunakan kayu bakar bertempat di Tabanan, Subamia, Kelong (RAA7)

           Tabanan– Nasi tergolong makanan pokok orang Indonesia, sebagai karbohidrat serta sumber energi. Nasi terasa wajib di mata masyarakat Indonesia, belum menyantap nasi makan pun terasa kurang afdol. Kini, di zaman yang serba instant alat penanak nasi menggunakan tenaga listrik atau rice cooker tak bisa dilepaskan karena sudah menjadi bagian gaya hidup orang seluruh dunia terutama di perkotaan, pula model dan fungsi rice cooker beragam yang biasanya akan memikat para ibu untuk menjadikan rice cooker sebagi objek mempercantik dapur.

          Hadirnya alat memasak nasi yang instant dan modern membuat masyarakat mulai meninggalkan cara menanak nasi tradisional, namun berbeda dengan salah satu desa di Bali, kabupaten Tabanan, Desa Subamia Kelong, di desa ini masih ada kepala keluarga yang menanak nasi menggunakan cara tradisional yakni menggunakan kayu bakar.

            Salah seorang nenek I Gusti Ayu Gede Erwati yang hingga saat ini lebih memilih untuk menanak nasi menggunakan kayu bakar dibandingkan dengan rice cooker dengan alasan rasa nasi yang lebih nikmat, tingkat kematangan serta tekstur nasi yang sempurna. Ninik Erwati mengaku sama sekali tidak pernah menanak nasi dengan rice cooker, padahal keluarga tersebut memiliki  rice cooker, hanya saja rice cooker digunakan untuk menjaga nasi tetap hangat. Kendati demikian ninik Erwati sendiri memiliki kesulitan tersendiri.

            “Selama ini kesulitan masak pakai kayu bakar itu kalau musim hujan susah cari kayu bakar karena kebanyakan kayu nya basah,” terang ninik Erwati.

            Ahli gizi Ni Luh Tatik Asriyanti, Amd.Gz menjelaskan nasi yang diolah dengan kayu bakar ataupun rice cooker kandungannya sama. Kendati dalam proses pembuatan, tingkat kematangan dan ketahanan nasi yang diolah dengan kayu bakar lebih unggul.

            “Kalau nasi yang dimasak dengan rice cooker biasanya tingkat kematangannya kurang bagus, kurang merata, kadar airnya lebih banyak, sehingga lebih cepat basi dibandingkan dengan olahan kayu bakar. Nasi yang dimasak dengan rice cooker akan tetap disimpan disana, biasanya nasi mudah berubah warna karena suhunya terlalu panas,” Jelas kak Tatik.

            Penanak nasi modern atau rice cooker memang lebih digandrungi masyarakat namun, kayu bakar juga tidak kalah pamor nya, masih ada anak muda yang pernah merasakan rasa nasi yang diproses dengan kayu bakar.

           “Lebih gurih rasa nasi dengan kayu bakar sih. Kalau disuruh pilih, dua-duanya aja,” Ujar Kadek Murdani santai.

       Tidak hanya mampu memberi kenikmatan rasa dan keafdolan dalam mengkonsumsi makanan, nasi sendiri juga memiliki daya tarik melalui proses pengolahannya yang bermula dari beras hingga menjadi nasi yang diolah dengan metode tradisional ataupun modern.

              Salah seorang warga bernama Bapak Surya penikmat nasi mengungkapkan sejak zaman dahulu sebelum adanya teknologi seluruh umat manusia mengolah beras menjadi nasi menggunakan kayu bakar, sebetulnya pembuatan nasi tidak sulit hanya saja mencari kayu bakar dan tempat memasaknya yang sulit.

       “Kalau disuruh pilih saya sendiri cenderung dengan rasa nasi pengolahan tradisional, namun di era modern sulit menemukan hal tersebut,” Ungkap Bapak Surya (RAA7)

 

Go-Jie Express; Pesan Langsung Antar!

gojie

Salah satu post kitchen Go-Jie Express, Kuta. (AMI7)

             Badung – Menyediakan jasa antar atau delivery kini kian banyak ditemui pada rumah makan yang ada disekitar kita. Dengan berbagai kegiatan dan kesibukan yang berbeda-beda, tentunya jasa antar ini sangat mempermudah konsumen yang tidak memiliki waktu banyak untuk membeli makan. Go-Jie Express merupakan salah satu rumah makan yang menyediakan jasa antar atau delivery tersebut.

            William Cen selaku pemilik rumah makan Go-Jie Express mengatakan bahwa nama Go-Jie berasal dari plesetan kata Godzilla dan memiliki arti sesuatu yang besar. Godzilla sendiri diambil dari salah satu nama sambal andalan Go-Jie Express yang sangat pedas. Dengan konsep “Central Post Kitchen”, Go-Jie Express berupaya menyajikan kebutuhan pelanggannya melalui kitchen post yang terdapat di wilayahnya masing-masing. Wilayah tersebut lalu dibagi menjadi Tuban, Legian dan Kuta.

            “Disini saya mengadopsi gaya conventional cathering untuk dibuat menjadi lebih baru, dimana ini tidak terbatas pada kemampuan maksimal seseorang,” jelas William Cen selaku pemilik rumah makan Go-Jie Express.

            Berlokasi di Jalan Popies I Gg. Sorga, Go-Jie Express Kuta terlihat hanya memiliki luas rumah makan yang tidak seberapa dan sering kali sepi pengunjung namun,  dibalik itu semua Go-Jie Express setiap harinya dapat menerima ratusan pesanan. Selain itu, Go-Jie Express juga merupakan pemasok makanan bagi para karyawan mall Beachwalk. Karyawan yang bekerja di mall Beachwalk seringkali memesan makan siang ataupun makan malam mereka melalui jasa antar Go-Jie Express.

            “Dengan Go-Jie Express, saya tidak perlu pergi meninggalkan store. Banyak karyawan lain juga yang memesan makan di Go-Jie Express ini, karena memang dia sumber untuk makan kita disini,” ujar Ayu Laksmi selaku karyawan store La Senza.

            Berbekal konsep “Central Post Kitchen” yang terinspirasi dari sejarah Laksmana Cheng Ho, William Cen juga mengatakan bahwa pergerakan pasar tidak dapat ditebak dan tidak mungkin menjalankan semuanya (Tuban, Kuta dan Legian) secara bersamaan, sehingga ia memakai sistem central dengan post kitchen. Dimana makanan diproses dalam central-nya dan dikirim ke masing-masing post kitchen yang nantinya langsung diantar ke para konsumen Go-Jie Express.

            Satu tahun setelah berdirinya Go-Jie Express adalah waktu yang cukup singkat hingga akhirnya memiliki tiga cabang dan ratusan pelanggan. Tentu menjadi sebuah kebanggan bagi William Cen dan istrinya yang selalu mendampingi. Dengan bermodal membagikan brosur menu Go-Jie Express, tentu ini menjadi sebuah kebanggan bagi William Cen dan istrinya yang selalu mendampingi.

            Go-Jie Express menawarkan harga jasa antar yang terbilang murah yaitu berkisar dari Rp10.000 hingga Rp20.000. Salah satu pelanggan tetap Go-Jie Express, Christie Budiman juga mengatakan bahwa selain harga yang murah, makanannya pun terjamin lezat dan bersih. (AMI7)

9 Angels : Si Nyentrik Berbasis Donasi !

makan.jpg

Seorang wisatawan asal Korea sedang mengambil makanan yang akan dinikmatinya, di Warung 9 Angels, Jl. Suweta, Ubud, Gianyar, Kamis (27/4/2017). (DSD5)

          Gianyar – Warung makan merupakan sebuah usaha yang tak jarang banyak dijumpai di berbagai daerah perkotaan. Manusia tentu membutuhkan makanan sebagai sumber energi yang akan digunakan dalam beraktivitas. Hal inilah yang menjadi dasar peluang usaha warung makan tak sepi peminat. Selain karena faktor tersebut, adanya laba atau keuntungan dari setiap penjualan makanan, tentunya semakin menarik para usahawan dalam membuka warung makan. Namun hal berbeda muncul dari Si Nyentrik berbasi donasi, Warung 9 Angels.

          Eksis selama hampir 2 tahun, Warung 9 Angels tetap konsisten berkonsepkan donasi dan membantu sesama. Warung makan yang beralamat di Jl. Suweta, Ubud, Gianyar, ini merupakan warung makan vegetarian yang mengutamakan kejujuran dan kebaikan hati dari para pengunjungnya.

          Dirintis oleh Thony (48), warung 9 Angels berhasil memukau para pengunjung yang datang. Mulai dari suasana tempat makan yang sejuk karena dikelilingi tanaman hijau, tempat yang luas disulap sebegitu rupa dengan bahan bangunan yang ramah lingkungan, adanya buku – buku yang telah ditata pada rak, hingga gaya artistik tempat ini semakin terasa tat kala terdapat lukisan – lukisan yang dipajang guna menambah kesan nyentrik. Ditambah konsep warung yang menonjolkan hijaunya hiasan tanaman, membuat pengunjung serasa makan di luar ditemani alam yang asri. Tak lupa warung 9 Angels menyediakan tempat bagi mereka yang ingin membuat acara – acara menarik, seperti workshop ataupun bernyanyi dan bermain musik menghibur pengunjung yang datang. Jangan ambil pusing, karena alat musik diantaranya drum dan gitar pun sudah tersedia disini.

          Konsep makannya tak kalah bikin geleng – geleng kepala. Segala makanan yang ditawarkan disediakan dalam bentuk prasmanan. Dimana pengunjung yang datang akan mengambil sendiri makanan yang diinginkan dan membuat sendiri minumannya. Harga makanan disini variatif, mulai dari Rp. 3.000 anda sudah bisa mencicipi salah satu menu disini. Karena merupakan warung vegetarian, sejatinya tidak ada olahan makanan dari daging disini. Lebih unik lagi, setelah makan pengunjung akan menaruh uang sesuai makanan yang diambil ke dalam botol berbentuk guci yang sudah disediakan di atas meja makan. Lalu bagaimana cara mengetahui pengunjung tersebut telah membayar sesuai makanan yang diambilnya ?

          Yap, Warung 9 Angels tidak pernah menuntut pengunjungnya membayar sesuai harga makanan yang diambil. Intinya semampu dan sepantasnya. Jika memiliki uang lebih silahkan berdonasi dengan menaruh uang lebih dari nilai makanan. Dari uang yang lebih tersebut akan digunakan untuk mengembangkan tempat ini serta membantu mereka yang tidak dapat membayar. Namun jika hanya memiliki uang sedikit atau bahkan tidak memiliki uang, bisa menyumbangkan waktu menjadi volunteer  memasak ataupun menyelenggarakan workshop guna membagikan pengetahuan pada pengunjung yang hadir.

          “Banyak  yang suka karena beda itu, karna apa ya , karna disini orang nyantai gitu loh, gak diburu – buru, mau ngapain aja boleh, terus dipercaya terutama, kayak orang kalau dipercaya kan suka, kamu kalau dipercaya suka kan ? ya gitu aja sedangkan kalau di tempat lain mungkin bedanya, bukannya di tempat lain gak percaya sama orang, tempat lain lebih sedikit teratur lah, kalau kita kan apa lebih banyak memberi kebebasan,” imbuh Thony.

          Keunikan warung ini makin kentara, setelah pengunjung selesai bersantap, maka piring dan gelas yang digunakan haruslah dicuci sendiri kemudian ditaruh kembali pada tempatnya. Disini juga menyediakan tempat untuk membuang sampah organik bekas makanan, yang mana nantinya sampah tersebut akan diolah menjadi pupuk kompos.

          Menurut Mayang (34), salah satu pengunjung, baginya 9 Angels merupakan rumah kedua, ia merasa mendapatkan koneksi meskipun tanpa jaringan wifi. Koneksi teman, relasi, hingga berinteraksi dengan kawan baru, seolah – olah tempat ini mengajak kita untuk stop buka handphone dan lebih memperhatikan sekitar. Sungguh, si nyentrik yang penuh nilai. (Dew5)

Ubud Food Festival : “Every Flavour Is A Story”

uff.jpg

Beberapa pengunjung terlihat sedang berinteraksi dalam acara Ubud Food Festival, Jumat (12/5/2017). (DSD5)

           Gianyar – Ubud food festival kembali hadir tahun ini, dengan mengangkat tema Every flavour is a story. Festival ini berlangsung selama 3 hari di Ubud dari tanggal 12 hingga 14 Mei. Terdapat berbagai macam program baik yang berbayar maupun gratis, seperti demo memasak, spesial event, workshop, tur kuliner, pasar makanan, pemuteran film, pertunjukan musik, dan panel – panel diskusi terkait industri kuliner.

          Acara ini merupakan acara dari lembaga nirlaba Yayasan Mudra Swari Saraswati, dengan misi untuk mendukung industri kuliner dan pariwisata Indonesia. Tema ini diambil untuk merefleksikan betapa luasnya sejarah kuliner nusantara Indonesia sehingga menghasilkan ragam kuliner yang begitu unik, dimana satu daerah dan daerah lainnya memiliki ciri khas kuliner yang berbeda.

          “This my third time joining this event, so far liked it and we didnt expect anything except just suporting and participate this event, this is amazing place to promote local products and local ingridients” menurut Gregory, yang juga membuka booth Gelato Secret.

          Menurut Gregory, bahwasanya ia mengikuti Ubud Food Festival dari awal. Baginya Ubud Food Festival merupakan ajang yang menarik untuk mempromosikan makanan -makanan lokal agar nantinya dikenal di dunia.

          Ada yang baru dari Ubud Food Festival kali ini yaitu fringe events, acara – acara yang diadakan menjelang Ubud food festival dibagian lain pulau Bali selain Ubud, seperti Seminyak dan Sanur. Program baru ini diharapkan dapat memenuhi permintaan para pencinta kuliner yang menginginkan program yang dapat dinikmati oleh semua kalangan.

          “Kami ingin semua orang yang lapar akan makanan lezat, kisah-kisah yang menginspirasi, dan petualangan kuliner yang seru dapat datang dan menikmati. Makanan Indonesia sekarang sudah berkelas Internasional serta figur kulinernya juga berada di ranah Internasional,” imbuh Janet DeNeefe, selaku founder dan director Ubud Food Festival. (NUK5/Irn5)

Teh Beras Merah: Utamakan Kualitas Meski Distribusi Terbatas

TEH: Teh beras merah yang siap dinikmati (fir3)

                   Denpasar – Sebagai salah satu desa yang memiliki hasil pertanian, Banjar Desa Adat Pagi, Kabupaten Tabanan, berinovasi dengan hasil pertaniannya. Salah satunya hasil pertanian beras merah. Pada mulanya mendengar kata beras, jika dimasak selalu menjadi hidangan nasi. Namun, berbeda dengan beras merah di Banjar Desa Adat Pagi yang dihidangkan menjadi teh. Baca lebih lanjut

Nyepi di Desa Jegu Tak Lengkap Tanpa Si “Entil”

Entil Daun Pisang, Daun Kelemidi dan Daun Bambu yang siap untuk dinikmati (29/03) (Fds2)

Tabanan- Bali terkenal dengan  berbagai kulinernya yang beragam dan menarik yang tentunya tidak terlepas dari unsur budaya dan tradisinya yang kental, salah satunya adalah Entil.

Entil merupakan makanan khas Nyepi desa Jegu, Tabanan yang hampir mirip dengan lontong pada umumnya, namun dibungkus menggunakan daun bambu, daun kelemidi dan juga daun pisang serta memiliki bentuk yang unik.

“Entil hampir mirip dengan lontong, cuma bungkus dan bentuknya aja yang berbeda , biasanya pakai daun pisang atau daun bambu. Biasanya entil cuma ada saat Nyepi saja, saya kurang tahu juga tentang filosofi dibaliknya. Di samping itu karena sudah tradisi sejak dulu kalau Nyepi pasti ada entil,” ujar Rustina Suryaningsih , salah satu Ibu Kepala Dusun Desa Jegu.

“Untuk makna tertentu sih kayaknya tidak ada , orangtua jaman dulu buat entil karena biar lebih awet dan tahan lama aja buat dimakan sewaktu Nyepi, kan kalau Nyepi ada yang dinamakan Amati Geni ( Tidak boleh menghidupkan api), jadi otomatis gak bisa masak nasi kan, jadi dibuatlah entil ini supaya makanan lebih tahan lama,” ungkap Ibu Ketut Sumiadi, salah satu warga Desa Jegu.

Menurut Ibu Ketut Sumiadi, cara pembuatannya pun terbilang cukup mudah. Pertama beras dicuci bersih lalu setelah itu ditiriskan hingga kering agar tidak terlalu banyak air yang tersisa dari proses pencucian tersebut. Kemudian bungkus menggunakan daun pisang atau daun bambu. Bentuk pembukusannya pun berbeda, jika dibungkus dengan daun pisang, maka bungkusannya akan berbentuk persegi panjang, sedangkan yang dibungkus menggunakan daun bambu akan berbentuk lonjong. Hal ini dikarenakan daun bambu yang ukurannya kecil. Entil yang dibungkus dengan daun pisang dan daun kelemidi akan lebih lembut teksturnya, sedangkan akan lebih padat dan kesat jika dibungkus dengan daun bambu.  Setelah dibungkus , selanjutnya entil tersebut akan diikat dengan pelepah pisang kering yang sudah dibentuk seperti tali. Jika tak ada pelepah pisang , maka bisa menggunakan tali plastik untuk mengikat entil agar tidak mudah lepas dan bentuknya tetap terjaga saat proses perebusan. Entil direbus kurang lebih selama tiga sampai empat jam dan mampu bertahan selama dua hingga tiga hari.

Sampai saat ini , filosofi dan makna dibalik pembuatan entil ini masih belum diketahui secara pasti karena sudah menjadi tradisi turun temurun sejak dulu, namun warga Desa Jegu selalu membuat entil ini sebagai makanan khas yang harus ada tiap tahunnya, yaitu disaat hari Raya Nyepi karena entil ini awet dan tahan lama , serta tidak cepat basi, sehingga cocok digunakan sebagai pengganti nasi.

“Entil itu rasanya enak, kenyal. Biasanya ibu saya buat , saya belum pernah,” ujar Lisa Yanti, salah satu warga desa sekitar.

Kemudian menurut Nyoman Aras, salah satu warga Denpasar mengatakan bahwa dirinya pernah mencoba Entil beras merah yang dibungkus dengan daun bambu , ia juga berpendapat bahwa rasanya enak seperti lontong atau tipat , tapi Entil punya keunikan sendiri karena bentuknya yang berbeda.

Meskipun mungkin Entil ini masih terdengar asing bagi kebanyakan orang , namun entil ini merupakan salah satu tradisi olahan makanan yang hanya dibuat saat Nyepi dan harus tetap dilestarikan karena ciri khasnya adalah pembungkus dan bentuknya yang unik yang tidak dapat ditemui di semua daerah di Bali. Selain itu, Entil dapat juga dijadikan sebagai alternatif pilihan makanan pengganti nasi saat hari Raya Nyepi. Entil biasanya akan lebih enak jika disantap dengan palem, saur dan juga sayur nangka. Bagaimana , apakah Anda tertarik untuk membuat ataupun mencoba Entil ini ? (Fds2)

 

Jukut Buangit, Si Pahit Khas Singaraja

Singaraja – Jukut Buangit (Sup Buangit), masakan tradisional satu ini tentunya tidak asing bagi masyarakat yang berada di daerah Buleleng, Singaraja. Hingga kini Jukut Buangit masih tetap eksis dikalangan masyarakat Buleleng, Singaraja. Alasan dari tetap eksisnya makanan tradisional ini dikarenakan  rasanya yang unik dimana terdapat rasa sedikit pahit berpadu dengan rasa gurih dan sedikit asam. Bahan baku utama Jukut Buangit adalah sayur buangit. Sayur buangit biasanya banyak tumbuh secara liar seperti rumput di areal persawahan. Belum ada penelitian pasti mengenai kandungan gizi apa yang terdapat dalam sayur buangit tersebut.

“Jika dilihat dari bentuk fisik luar, sayur buangit ini tentunya mengandung cukup banyak serat dan vitamin sehingga baik untuk dikonsumsi,” uangkap A.A. Nanak Antarini.,SST,MPH seorang Dosen Gizi dari Politeknik Kesehatan Gizi, Denpasar (08-03-2017).

Lebih lanjut dia menyebutkan bahwa rasa pahit yang ada di dalam sayur buangit ini merupakan akibat adanya zat anti gizi yang belum diketahui apa itu mengingat diperlukannya penelitian lebih lanjut mengenai zat anti gizi apa yang ada di dalam sayur buangit ini dan berapa kadar dari zat anti gizi yang terkandung dalam sayur buangit ini.

Sayur khas Singaraja ini memang memiliki rasa pahit, yang merupakan efek dari zat anti gizi yang menyebabkan rasa pahit pada sayur ini. Namun dengan pengolahan yang tepat rasa pahit yang ditimbulkan oleh sayur buangit dapat dikurangi. Proses pengolahan yang tepat seperti direbus terlebih dahulu atau dengan teknik blensig (dicelupkan ke air mendidih selama 3-5 menit). Untuk saran konsumsi dia menyarankan jumlah normal untuk pengkonsumsian sayur ini yaitu 75 gram-100 gram sekali konsumsi tergantung dari kebutuhan tubuh masing-masing individu karena apabila berlebihan bisa menimbulkan efek samping terutama pada pencernaan.

Selain diolah menjadi Jukut Buangit, sayur buangit sendiri dapat diolah juga menjadi Urab namun pada umumnya lebih sering diolah menjadi Jukut Buangit dalam bentuk sup. Salah satu yang masih mengkonsumsi dan mengolah masakan tradisional ini adalah Ibu Made Armita (45). Ditanya bagaimana rasa dari Jukut Buangit, dia menjawab,

“Jukut Buangit ini kurang pas jika di jadikan lauk pendamping nasi namun akan sangat nikmat jika dimakan langsung saja dengan menu variasi seperti pepes ikan laut, kacang tanah, telur asin, atau ikan jambal. Rasa dari Jukut Buangit sendiri agak sedikit pahit, gurih, sedikit asam, dan bertekstur dimana pada bagian daunnya serat cukup lembut dan serat pada bagian batangnya sedikit keras,” tuturnya.

Untuk membuat Jukut Buangit cukup mudah, hanya memerlukan 250 gram sayur buangit yang sudah dicuci bersih. Untuk bumbu cukup haluskan 4 siung bawang merah, 4 siung bawang putih, dan seperempat sendok ketumbar. Setelah itu didihkan air dan masukkan 2 lembar daun salam, 1 batang serai yang sudah dimemarkan, 1 sendok teh garam, 1 sendok teh gula pasir, dan 1 sendok air asam jawa. Bahan tersebut berfungsi untuk menetralisir rasa pahit dan menambah rasa asam terutama dari asam jawa. Kemudian masukkan bumbu yang sudah dihaluskan, aduk hingga tercampur dan tunggu hingga mendidih. Setelah air campuran bumbu tersebut mendidih masukkan bahan baku utama yaitu sayur buangit yang sudah dicuci bersih, kemudian tutup panci dengan rapat dan tunggu selama 10-15 menit. Jika ingin menambahkan sensasi rasa pedas dapat ditambahkan irisan cabai rawit sesuai selera. Setelah 10-15 menit Jukut Buangit siap dihidangkan dan disantap selagi hangat. (Emb1)