Remaja Waspada Melalui Kegiatan Pencegahan HIV/AIDS

HN AYUADE

Suasana acara yang di hadiri siswa dan siswi KSPAN. (AAD7)

      Denpasar – Perkembangan teknologi saat ini sangat pesat, begitu juga dengan perkembangan zaman yang mulai melewati batasan budaya yang selama ini sudah ada. Hal ini semakin mengkhawatirkan masyarakat luas, bagaimana tidak, dengan adanya perkembangan jaman tentu saja berdampak pada hal yang negatif untuk remaja yang nantinya akan menjadi penerus bangsa.

          Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya jumlah kriminalitas setiap tahunnya di Indonesia. Hal ini telah melahirkan berbagai gerakan gerakan yang di selenggarakan untuk mengatasi permasalahan terkait dengan permasalahan moral dan sikap remaja saat ini.

          Dalam menanggulangi hal tersebut Pemerintah Kota Denpasar yang bekerjasama dengan Komisi Penanggulangan AIDS Kota Denpasar menyelenggarakan kegiatan Malam Renungan AIDS NUSANTARA 2017 “Ending AIDS Together” yang di selenggarakan di Taman Kota Lumintang pada tanggal 28 Mei 2017.

          Kegiatan ini berlangsung bersama siswa dan siswi KSPAN kota denpasar dan juga di meriahkan dengan penampilan bondres dan juga penampilan dari masing-masing siswa dan siswi dari sekolahnya masing-masing.

          Nonik Sugita Dewi seorang siswi yang mengikuti organisasi KSPAN di SMPN 8 Denpasar mengatakan bahwa acara yang di buat sedemikian rupa ini sangat bermanfaat untuk remaja dan juga bahkan orang dewasa untuk mengetahui bagaimana pentingnya mencegah penyakit HIV/AIDS saat ini.

        “Kalau saya sih memang tertarik mengikuti kegiatan positif ini karena memang memberikan pengetahuan yang lebih untuk saya, dan juga bisa dijadikan bekal saya dalam bersosialisasi di dunia yang lebih luas nantinya. Bukan hanya itu saja, saya juga belajar dari sini bagaimana bersosialisasi yang baik tanpa mengucilkan seseorang yang terkena virus HIV/AIDS,” ungkap Nonik.

          Dewa Ayu Nanda salah seorang pengisi acara dalam kegiatan tersebut sangat bersemangat berpartisipasi dalam kegiatan ini di karenakan hal ini bermanfaat tidak untuk satu orang saja namun masyarakat luas.

          “Saya sangat berterimakasih diberikan kesempatan untuk ikut memeriahkan kegiatan ini dan juga saya berharap dengan diselenggarakannya kegiatan ini, masyarakat mampu memahami bagaimana mencegah HIV tersebut dan juga tidak mengucilkan penderita HIV tersebut,” ungkap Ayu saat di wawancara.

          Respon yang di dapat dari kegiatan ini sangatlah positif, dapat di lihat dari banyaknya masyarakat umum dan juga siswa siswi yang datang untuk menyaksikan dan juga sekaligus berpartisipasi dalam kegiatan ini dan juga diharapkan kegiatan seperti ini di adakan setiap tahunnya agar dapat memberikan wawasan yang lebih luas tentang HIV/AIDS. (AAD7)

Pro Kontra Komodifikasi Budaya, “Duplikat” Jadi Jalan Keluar

PENTAS: Salah satu pementasan tari khas bali di Wantilan Puri Ubud, Gianyar yakni tari barong yang kini turut terjamah komodifikasi budaya dan menjadi tontonan menarik bagi para turis yang berwisata ke Bali. (24/05) (fir3)

      Semarapura – Jemari penari yang meliuk gemulai, seakan menjadi pesona bermagnet di pulau surga. Bak memanggil-manggil tetangga di seberang benua agar singgah. Ya, Bali menjadi pulau tersohor laksana artis yang naik daun dan pamor yang tak pernah surut. Kesempatan emas ini pun tak dilewatkan begitu saja oleh pemerintah Bali untuk meraup kocek. Bukan hal tabu lagi, untuk membuka “peluang kerja” di bidang budaya yang menggiurkan ini.

         Pasalnya, kesempatan cantik ini tak semulus penari legong. Perkembangan budaya yang mulai mengarah ke lingkaran komersial mendapat perhatian serius dari sosiolog Universitas Udayana, Wahyu Budi Nugroho. Ia mengakui sangat miris dengan kondisi komodifikasi budaya yang semakin marak.

       “Ketika sebuah budaya, baik itu berbentuk ritual ataupun artefak dikomodifikasikan atau dijual, maka jika semua itu dirasionalkan dan dikalkulasikan melalui untung rugi sehingga akan menyebabkan hilangnya pesona dunia,” tandas Wahyu. Baca lebih lanjut

Tradisi Jaga-jaga, Awal Mula Bhisama Rare Angon

KEPALA SAPI : Setelah prosesi dari persiapan hingga sapi diarak sampai di Pura Buit, sapi digorok. Kepala sapi dihaturkan dan bagian badannya dikubur yang menandakan usainya prosesi Tradisi Jaga-Jaga (22/04) (fir3)

      Denpasar – Memiliki daerah tak seluas Kota Denpasar yang terletak di wilayah Bali bagian timur. Namun, kabupaten yang mendapat julukan kota serombotan ini memiliki sejuta tradisi yang tersimpan di setiap pelosoknya.  Salah satunya tradisi unik yang datang dari Desa Gunaksa, Kabupaten Klungkung.

      Ya, Desa Gunaksa terletak kurang lebih 4 Km dari pusat Kota Semarapura ini memiliki tradisi yang menjadi saksi bisu sejarah desa. Tradisi yang menjadi bagian upacara desa ini bernama upacara Jaga-jaga. Tradisi Jaga-jaga dalam pelaksanaannya merupakan upacara arak-arakan seekor sapi merah atau sapi cula yang dibawa keliling desa oleh masyarakat setempat. Baca lebih lanjut

Ulu Apad: Tradisi Adat Bali Mula di Era Modernitas

IMG-20170415-WA0012

Jero Kubayan (kiri) saat memimpin upacara di Banjar Tengah Desa Kerta, Payangan Gianyar. (HAR7)

          Gianyar –  Pulau Bali dijuluki sebagai Pulau Seribu Pura yang terkenal dengan adat istiadat dan keberagaman budayanya. Keberadaan pura dan keberagaman upacara adat di Bali tidak terlepas dari pemimpin upacara adat tersebut, yaitu Pemangku dan Pedanda namun, tidak semua daerah di Bali menjadikan Pemangku dan Pedanda sebagai pemimpin jalannya upacara adat. Menelisik ke daerah Utara Kabupaten Gianyar, yaitu Payangan tepatnya di daerah Banjar Marga Tengah Desa Kerta terdapat daerah yang memiliki tradisi dimana tidak ada Pemangku dan Pedanda disana sebagai pemimpin upacara adat.

        Tradisi yang dilestarikan di Marga Tengah ini adalah tradisi Sistem Ulu Apad. Tradisi warisan Bali Mula (Bali Aga/Bali asli) yang masih dilestarikan hingga saat ini oleh masyarakat Marga Tengah.  Bendesa adat Marga Tengah, I Wayan Candri menjelaskan bahwa yang dimaksud Sistem Ulu Apad di daerah ini adalah pembagian tugas adat yang terdiri dari 6 tingkatan yang terbagi menjadi dua sisi yaitu sisi kanan dan sisi kiri atau Kebot Tengawan. Sistem ini dipimpin oleh Jero Kubayan dimana terdapat 57 kepala keluarga di Marga Tengah yang termasuk dalam sistem ini.

       “Ulu Apad ini terdiri dari 6 tingkatan sisi kanan dan sisi kiri, kanan kiri itu letak rumahnya, jadi ada 12 orang, yang pertama itu ada Jero Kubayan yang bertugas sebagai pemimpin segala upacara disini karena tidak ada Pemangku dan Pedanda, kedua itu dibawahnya ada Jero Kebawu tugasnya sama seperti Jero Kubayan menghaturkan persembahyangan hanya sifatnya sebagai pengganti apabila Jero Kubayan berhalangan, di bawahnya lagi ada Jero Singgukan sebagai asisten Jero Kubayan dalam jalannya upacara, ketiga tersebut disebut Juru Sih Nem (Ke-6 juru). Selanjutnya 3 di bawahnya ini ada Jero Penyarikan mengurus ternak-ternak peliharaan, Juru Pemalungan sebagai juru balungan, lalu yang terakhir ada Juru Penguan bertugas membuat nasi di Pura,” jelas Ketut Suarta, Jero Kubayan Marga Tengah Payangan.

        Hal yang menarik dari Sistem Ulu Apad ini adalah sistem pergantian jabatan yang ditentukan apabila salah satu pewaris ke-6 Ulu Apad tersebut menikah, Pak Candri menjelaskan apabila putra dari Jero Kubayan menikah maka otomatis Jero Kebawu naik tingat menjadi Jero Kubayan, dan putra dari Jero Kubayan sebelumnya yang mengisi posisi paling bawah, begitu juga berlaku untuk putra-putra dari ke-6 Ulu Apad tersebut, jadi dapat dikatakan tugas seorang Jero Kubayan berakhir apabila anaknya sudah menikah.

     “Sistemnya beda dengan pemangku, jika pemangku tidak ada pensiun-pensiun kecuali meninggal, jika Ulu Apad jika anaknya sudah menikah pensiun sudah, jika sudah menikah jero yang dibawah naik menjadi Jero Kubayan begitu seterusnya diikuti dengan kedudukan-kedudukan dibawahnya, bisa juga berganti jika salah satunya meninggal,” jelas Jero Kubayan Ketut Suarta

       Keterlibatan masyarakat asli Marga Tengah dalam sistem ini sangatlah terikat, diperlukan waktu puluhan tahun untuk menyelesaikan tugas dari menjadi Juru Penguan sampai Jero Kubayan. Jero Kubayan Ketut Suarta terlibat dalam sistem ini sejak tahun 1992 kala itu Jero menjadi Juru dan 5 tahun lalu Jero menjadi Jero Kubayan. Proses kenaikan tingkat tersebut juga melalui proses upacara adat.

         “Upaca pewintenan, besar upacaranya di Pura Bale Agung, jika ada yang diganti ada lagi upacara, cuma yang jadi Jero Kubayan yang dipewinten kedudukan dibawah hanya parisuda penglukatan (pembersihan diri). Jika seperti sulinggih namanya mediksa, jika Jero Kubayan mepewintenan, disini tidak menggunakan Pedanda sama sekali Pemangku juga, ada Pemangku secara umum Pemangku pasekan beda itu,” ujar Jero Kubayan Ketut Suarta.

       Sistem yang telah berlangsung dari generasi ke generasi ini tidak terkalahkan dengan era modernitas saat ini, pelaksanaanya pun berlangsung tertib dan lancar. Pak Candri mengungkapkan selama ini tidak ada kendala berarti dalam pelaksanaan sistem ini, jika ada yang melanggar pun pada dasarnya tidak ada sanksi khusus hanya saja pihak tersebut akan kehilangan haknya dalam pelayanan adat. (HAR7)

Lindungi Generasi Masa Depan Melalui Aksi Damai Hari Tanpa Tembakau Sedunia

IMG_0861

Para peserta Aksi Damai Hari Tanpa Tembakau Sedunia menyuarakan pendapatnya di Catur Muka, Denpasar. (SIV7)

             Denpasar – Memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Himpunan Mahasiswa Kesehatan Masyarakat (HMKM) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana bersama dengan KMPT (Kelompok Mahasiswa Peduli Tembakau) menggelar “Aksi Damai Hari Tanpa Tembakau Sedunia” di Catur Muka, Denpasar, pada Sabtu (27/05).

          Aksi ini merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan HTTS yang sebelumnya telah diadakan penyuluhan dan lomba. Aksi ini berupaya untuk menyuarakan aspirasi kepada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah terkait upaya-upaya strategis yang bisa dilaksanakan oleh pemerintah dalam melindungi masyarakat dari bahaya adiksi rokok khususnya pada kalangan remaja

          Data dinas kesehatan terakhir menunjukkan persentase jumlah perokok di Bali sebesar 27% dari jumlah penduduk yang ada, sedangkan pada tingkat nasional sebesar 36%. Sebesar  55% dari pria dewasa di Bali adalah perokok dan perokok perempuan dibali sekitar 5%. Permasalahan yang ditemukan adalah peningkatan yang sangat massive perilaku merokok yang diadopsi pada usia 15-22 tahun meliputi siswa SMP dan SMA.

           “Disinilah diharapkan agar ada suatu upaya untuk memutus rantai ini, karena hal ini akan berpengaruh pada masa depan atau bonus demografi yang artinya ketika si remaja dituntut untuk produktif mereka malah sedang terserang penyakit karena perilaku merokok sejak dini, istilahnya bonus demografinya hilang,” ujar Made Kerta Duana, selaku Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat sekaligus Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI).

          Aksi damai ini juga bertujuan agar pemerintah menandatangani FCTC (Framework Convention on Tobbacco Control) yang bertujuan mengubah persepsi masyarakat mengenai tembakau.

            Kegiatan yang digagas oleh HMKM dan dimotori oleh KMPT ini dihadiri oleh peserta dari berbagai kalangan, mulai dari siswa SMP, siswa SMA, Mahasiswa, PGRI dan Lembaga Perlindungan Anak. Target dari aksi ini adalah untuk melindungi anak remaja dari bahaya adiksi rokok.

        Salah satu peserta aksi damai bernama Navo dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana mengaku aksi damai ini sangat baik diadakan mengingat jumlah perokok di Indonesia yang semakin meningkat juga agar dapat mengimplementasikan program pemerintah seperti KTR (Kawasan Tanpa Rokok) serta membuka mata masyarakat luas akan bahaya mengkonsumsi tembakau. (SIV7)

 

Taki-Taki Food Truck’s Shelter : Kuliner Unik Suasana Pertamina

taki

Suasana Taki-Taki Food Truck’s Shelter pada malam hari. (AMI7)

            Denpasar – Food truck kini memberi warna baru dalam industri kuliner di negara Indonesia yang kaya akan cita rasa ini. Food Truck merupakan inovasi baru dalam kuliner dimana penjualannya menggunakan kendaraan roda empat yang dimodifikasi dan dihias dengan unik dan beragm sehingga dapat digunakan untuk menjual makanan, Taki-Taki Food Truck’s Shelter merupakan tempat kuliner malam outdoor yang terletak di kawasan Jalan Raya Sesetan, Denpasar. Sejak diresmikan pada 14 Februari lalu, Taki-Taki Food Truck’s Shelter telah banyak menarik peminat kuliner malam. Didirikan dengan menerapkan konsep “Creatif Preneur Ground”, kini Taki-Taki Food Truck’s Shelter menjadi pusat kuliner yang menaungi aneka jajanan dengan food truck di daerah Sesetan, Denpasar.

        “Jadi konsepnya anak-anak muda itu di-push oleh pihak disini untuk membuat acara-acara kreatif. Setiap Sabtu dan Minggu, anak-anak muda yang berjualan disini dengan cara yang kreatif juga,” ungkap Ni Made Mahaputri Paramitha selaku owner Taki-Taki Food Truck’s Shelter.

        Berdiri di lokasi bekas SPBU menjadikan keunikan dan ciri khas tersendiri bagi Taki-Taki Food Truck’s Shelter. Mahaputri Paramitha menjelaskan bahwa konsep gas station masih belum ada di Bali sehingga akan menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Harga makanan serta minuman yang dijual pun sangat sesuai dengan kantong anak muda, yaitu berkisar antara Rp7.000 hingga Rp100.000 saja. Mulai dari makanan dan minuman lokal hingga western pun disuguhkan mengingat pengunjung Taki-Taki Food Truck’s Shelter datang dari penjuru yang berbeda. Tidak hanya makanan dan minuman, tempat kuliner malam ini juga menyuguhkan permainan musik akustik serta mengadakan night market pada hari Sabtu dan Minggu

        Mahaputri Paramitha juga menjelaskan perekrutan yang berawal dari sistem jemput bola, Taki-Taki Food Truck’s Shelter selanjutnya memilih food truck yang terbaik untuk berjualan di lokasi ini. Bali Food Truck Community merupakan salah satu komunitas perkumpulan food truck yang memberikan banyak pilihan food truck bagi Taki-Taki Food Truck’s Shelter.

        “Respon pengunjung disini sangat baik, tempatnya yang unik dengan konsep baru membuat kami ingin mencoba berjualan disini dan banyak anak muda datang kesini,” terang Nina Soewandi salah satu penjual di Taki-Taki Food Truck.

        Trisha Dewi, salah satu pengunjung disini berharap Taki-Taki Food Truck’s Shelter dapat menjadi wadah bagi para anak muda yang ingin mengasah tingkat kreatifitas mereka dalam kewirausahaan serta nantinya diharapkan dapat terus berkembang sehingga dapat melahirkan generasi-generasi penerus yang telah memiliki bekal dalam membuat usaha. (AMI7)

“Tournament Billiard” Terobosan Baru di Ajang Perlombaan Fisphoria Olympic 2017

_MG_3841

Suasana Tournament Billiard Fisiphoria Olympic 2017 di The Ship and Entertainment Teuku Umar. (HAR7)

          Denpasar- Fisiphoria Olympic yang merupakan acara tahunan yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa FISIP Universitas Udayana dalam rangka menyambut HUT FISIP serta menjalin keakraban antar prodi melalui kompetisi perlombaan dan pertandingan, dan pada tahun 2017 ini Fisphoria Olympic mengangkat tema yaitu, “Keselarasan Olahraga dan Budaya untuk Generasi Muda Aktif serta Kreatif”.

        Terdapat hal yang berbeda pada Fisiphoria Olympic tahun ini, selain lomba-lomba antar program studi, di Fisiphoria Olympic 2017 kini mengadakan Tournament Billiard. Tournament ini diadakan di The Ship and Entertainment Teuku Umar pada hari Sabtu tanggal 27 Mei 2017.

      “Sebenarnya billiard ini idenya tercetus saat rapat departemen, seperti yang kita tahu billiard kini menjadi olahraga yang tengah booming di masyarakat, sehingga kenapa tidak dijadikan cabang lomba saja,” jelas Trisna Juliantari selaku Ketua Panitia Fisiphoria Olympic 2017.

        Para peserta sangat antusias terhadap hadirnya tournament ini, Trisna menjelaskan Tournament Billiard ini telah diikuti oleh 64 orang pada kategori single dan 16 tim pada kategori team, bahkan ada peserta termuda yang berumur 7 tahun bernama Abi.

      Tournament yang berlangsung dari pukul 10 pagi hingga 6 sore ini dimenangkan oleh Putu Aditya Wijaya pada kategori single dan Happy Room pada kategori team.

       Melalui tournament ini Trisna berharap FISIP dan Fisiphoria Olympic dapat lebih dikenal lagi dan mendapatkan antusias peserta yang lebih banyak lagi di Fisiphoria Olympic tahun mandatang. (HAR7)

“Loloh Kunyit” Jamu Sehat yang Termakan Zaman

jamu

Loloh kunyit yang dijual di warung pinggir jalan Tohpati, Denpasar. (SIV7)

       Bali – Selain dikenal memiliki beragam destinasi pariwisata dan kekayaan budaya, Bali juga memiliki berbagai minuman tradisional yang khas yang tentunya bermanfaat bagi kesehatan yang salah satunya dikenal dengan loloh atau jamu tradisional Bali. Salah satu loloh yang ada di Bali yaitu, loloh kunyit. Loloh kunyit merupakan minuman herbal atau jamu khas Bali dengan tampilannya yang berwarna kuning.

    Minuman herbal ini terbuat dari kunyit kuning dan kunyit putih dicampur dengan temu, gula, garam, daun kepeduh atau pegagan, daun sirih dan jeruk nipis. Loloh kunyit tentunya memiliki rasa yang khas karena terbuat dari bahan-bahan herbal. Namun, banyak juga dijual varian loloh kunyit yang dicampur dengan asam jawa maupun madu, sehingga tercipta rasa asam dan manis dari bahan tambahan itu sendiri.

      Pada zaman yang modern ini, banyak bermunculan aneka minuman dengan berbagai varian rasa yang diminati dikalangan remaja namun tidak banyak memiliki khasiat jika dibandingkan dengan loloh kunyit. Devi Wulandari yang merupakan salah satu remaja menyatakan bahwa ia tahu adanya loloh kunyit namun tidak berminat untuk meminumnya. Hal ini dikarenakan telah hadir minuman kunyit lain yang beredar dipasaran dan tentunya rasa yang diciptakan lebih enak, serta ia belum mengetahui khasiat dari loloh kunyit tersebut.

         Ahli gizi Ni Luh Tatik Asriyanti, Amd.Gz., mengatakan bahwa loloh kunyit  memiliki banyak khasiat, diantaranya dapat melindungi kulit dari serangan kanker kulit, mengurangi resiko leukimia, sebagai detoksifikasi untuk mengeluarkan racun secara alami, sebagai anti inflamasi, dapat menghilangkan rasa sakit secara alami pada perut ketika sedang menstruasi atau gangguan pencernaan, dapat membantu metabolisme lemak untuk melakukan program diet, serta dapat membantu menyembuhkan luka dalam.

          “Pada loloh kunyit, terkandung kunyit yang termasuk dalam kelompok jahe-jahean zingiberacaeae serta terkandung gula yang diolah oleh tubuh sebagai energi. Sehingga campuran dari kunyit dan gula akan meningkatkan khasiat dari loloh kunyit tersebut,” ujar Tatik Asriyanti.

       Loloh kunyit dapat ditemukan di berbagai pasar tradisional maupun warung-warung pinggir jalan di Bali, serta khususnya diproduksi di Desa Penglipuran, Bangli. Salah satu penjual loloh kunyit, Wayan Suciati menjual loloh kunyit seharga Rp 7.000 per botolnya.

         Namun minuman dengan berbagai khasiat serta harganya yang ramah dikantong ini tampaknya kurang diminati di kalangan remaja masa kini. Rata-rata pembeli dari loloh kunyit ini berusia 30 tahun keatas.

         “Biasanya bapak-bapak yang membeli loloh kunyit, lalu istrinya ikut membeli juga karena melihat suaminya yang suka dengan loloh kunyit. Tapi sampai saat ini jarang sekali ada remaja yang datang untuk membeli loloh kunyit,” tutur Suciati.

         Wayan Suciati menerangkan semenjak tiga bulan terakhir ia berjualan loloh kunyit, peminat loloh semakin banyak tetapi jarang ada pembeli yang masih remaja. Ia berharap agar remaja masa kini lebih memilih untuk mengkonsumsi loloh kunyit daripada minuman lain yang belum tentu bermanfaat. (SIV7)

Diskusi Petang di Ngobrol Lesehan Bareng Linimassa

IMG_20170526_185005_169

Suasana diskusi bersama Bapak Wahyu Budi Nugroho dan moderator Bapak Gede Kamajaya di Ngobrol Lesehan Bareng Linimassa (HAR7)

         Denpasar– Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Linimasa FISIP Universitas Udayana mengadakan diskusi umum Ngobrol Lesehan Bareng Linimasa pada Jumat, 26 Mei 2017. Diskusi yang mengangkat tema “Pengetahuan dalam Kuasa Penerbitan” ini dihadiri oleh narasumber Wahyu Budi Nugroho yang merupakan sosiolog dan dosen Sosiologi di FISIP Universitas Udayana.

      Disukusi yang diadakan di depan gedung A FISIP Universitas Udayana ini mendapatkan antusias yang cukup tinggi dengan hadirnya peserta diskusi berjumlah 50 orang dari berbagai instansi. Para peserta pun aktif dalam diskusi terlihat pada saat sesi tanya jawab pada diskusi tersebut.

             Seperti judulnya diskusi yang dilaksanakan dengan lesehan ini berjalan dengan lancar, hal-hal yang diulas dalam diskusi ini berupa permasalahan penerbitan di Indonesia dan implikasinya terhadap iklim baca tanah air, membahas proses penyensoran buku-buku, kokohnya rezim editorial, dan rezim penerbit.

          “Secara garis besar diskusinya bagus, meski awal peserta masih ragu-ragu untuk bertanya, namun ketika dipancing dengan pertanyaan yang menarik peserta mulai aktif, pembicara dan moderatornya juga menguasai topik yang disampaikan diimbangi oleh keaktifan dari peserta yang membuat suasana diskusi menjadi lebih menarik,” ungkap Wisnu Adi Pranata (22) salah satu peserta dari diskusi ini. (HAR7)

 

Proses Pembuatan Kipas Kayu, Lestarikan Kerajinan Khas Bali

1

Pemotongan merupakan tahap awal sebelum membentuk tangkai kipas berbahan dasar kayu, dengan menggunakan mesin pemotong khusus. Kayu dipotong menyesuaikan dengan ukuran tangkai kipas yang akan diproduksi, tidak terlalu tebal atau tipis dan tidak terlalu panjang atau pendek. (RAA7)

2

Usai tahap pemotongan adalah tahap menyetak bentuk tangkai kipas yang diinginkan dengan pencetak atau pembetuk khusus untuk kayu, tentunya sangat mengefisienkan waktu dan bentuk tangkai kipas akan sempurna dan bentuk antara satu tangkai dengan tangkai yang lainnya tidak berbeda. (RAA7)

3

Merupakan beberapa tangkai kipas kayu yang sudah melalui tahap pencetakan. (RAA7)

4

Setelah proses pencetakan adalah tahap penghalusan tangkai kipas kayu, penghalusan dilakukan lebih dari dua kali hingga tangkai kipas kayu benar-benar terasa halus dan saat dipegang serat kayu tidak terasa. (RAA7)

 

 

5

Tahap pemotongan kain menggunakan mesin otomatis mempermudah dan mempersingkat waktu proses pembuatan kipas. Usai tahap pemotongan kain yang dibentuk oleh mesin sesuai dengan bentuk, kain yang sudah dicetak dilepaskan. (RAA7)

 

6

Beberapa kain yang sudah dibentuk dan dicetak menggunakan mesin (RAA7)

7

Proses penempelan kain pada tangkai kayu yang telah dihaluskan merupakan tahap akhir dalam pembuatan kipas. (RAA7)

8

Hasil dari beberapa kipas yang sudah melalui tahap proses pembuatan, siap untuk dipasarkan. (RAA7)